29 October 2011

Memahami Konsep Modal Sosial (2)



Apa Makna “Sosial” dari “Modal Sosial” ?

Sebuah konsep dapat bermakna dan berubah melampaui arti/makna aslinya. Namun, biasanya pemahaman kita terhadap sesuatu dapat dikembangkan dengan mengetahui makna turunannya itu. Etimologi dari kata “sosial” seharusnya dapat membantu kita memahami apa arti modal sosial dan bagaimana ia berbeda dari bentuk-bentuk kapital lainnya?

Kata “sosial” adalah salah satu kata sifat yang paling luas digunakan dalam bahasa Inggris. Ini terkait dengan kata benda “masyarakat” yang berasal dari bahasa Latin “socius” yang berarti “teman atau kawan”. Hal ini mengindikasikan bahwa apa itu “sosial” aslinya diturunkan dari fenomena “pertemanan”, yang menyiratkan makna kerjasama, solidaritas, saling respek/menghargai, dan kepekaan terhadap kepentingan umum.

Memahami Konsep Modal Sosial (1)


Konsep modal sosial telah sedemikian luas diterima di kalangan komunitas profesional pembangunan. Akan tetapi, ia masih saja menjadi konsep yang sulit dipahami. Antusiasme terhadap konsep modal sosial ini mengingatkan kita pada bagaimana konsep partisipasi juga sangat diterima dalam teori maupun praktek pembangunan dalam kurun 1970an, walaupun bagi banyak orang konsep ini juga masih dianggap sebagai sesuatu yang abstrak (meskipun ia lebih pada masalah preferensi daripada soal studi empiris atau penerapannya)

Perhatian terhadap dua konsep ini (modal sosial dan partisipasi) didorong oleh masalah yang sama. Sebab, banyak pengalaman di dunia nyata yang menunjukkan bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan dimensi manusia – termasuk faktor-faktor seperti nilai-nilai, norma-norma, budaya, motivasi, solidaritas – akan cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang mempertimbangkan dimensi manusia. Bukan hal yang aneh kalau model pembangunan yang mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan.

04 October 2011

Neoliberalisme : Penjarahan Kelas Elit !


Oleh : Yanu Endar Prasetyo

“Di alam Neoliberalisasi, buruh yang mudah dipecat (disposable labour) merupakan figur  utamanya”
(Harvey, 2009:285)

“Neoliberalisme menginginkan peran negara dibatasi dalam pasar. Akan tetapi, sesungguhnya negara itulah sebagai pusat dari sistem kapitalis modern ini, karena dialah yang dengan murah hati mengeluarkan kebijakan yang selalu menguntungkan korporasi besar”
(Noam Chomsky)


Sebagai sebuah praktek pembangunan, Neoliberalisasi memang memberikan dampak keberhasilan yang sangat besar, khususnya bagi lapisan atas atau kelas elit. Bagaimana tidak, Neoliberalisasi ini telah berhasil memberi ruang bagi terbangunnya kembali kelas-kelas kapitalis baru. Lihatlah Neoliberalisasi yang berlangsung di China, bagaimana kesenjangan antara kelas elit (partai penguasa dan korporasi) dengan kelas buruh justru semakin mencolok. Tengoklah – bahkan di Indonesia sendiri – bagaimana industri media dimonopoli oleh segelintir orang atau korporasi super kaya, sehingga memungkinkan mereka untuk menyebarluaskan agenda-agenda tersembunyi dari kelas elit tersebut. Pesatnya pertumbuhan sektor keuangan dan jasa keuangan seringkali digembar-gemborkan sebagai kesuksesan Neoliberalisme. Bisa kita lihat, kota-kota yang menjadi pusat keuangan dan komando bisnis global (Manhattan, Tokyo, London, Paris, Frankfurt, Hong Kong, Shanghai, dll) telah menjadi daerah yang berlimpah kekayaan dan teramat megah dengan ribuan gedung pencakar langitnya. Di lantai gedung-gedung megah inilah berlangsung perdagangan antar lantai yang menghasilkan kekayaan fiktif nan berlimpah. Sebuah bisnis spekulatif telah berkembang pesat. Namun, siapa yang menikmati semua keberhasilan itu?

03 October 2011

Neoliberalisme ; Agama Tunggal Pembangunan?

Oleh : Yanu Endar Prasetyo

Disadari atau tidak, Negara-negara di seluruh dunia hari ini secara berjamaah telah berbai’at pada agama tunggal pembangunan bernama Neoliberalisme. Ibarat kepercayaan dalam arti sebenarnya, paham Neoliberal ini juga memiliki Nabi-Nabi, firman-firman dan doktrin-doktrin yang menopang perkembangannya. Secara fundamental, Neoliberalisme adalah agama yang bertauhid atau meng-esa-kan pasar sebagai “tuhannya”. Dengan kata lain, aktivitas transaksi pasar adalah pemandu utama bagi segala aktivitas dan tindakan manusia. Dalam Neoliberalisme kita diajarkan bahwa kesejahteraan manusia hanya akan diperoleh jikalau kita menempatkan kebebasan dan keterampilan entrepreneurial individu dalam suatu kerangka kehidupan yang menjunjung tinggi kepemilikan individu, pasar bebas dan perdagangan bebas (Harvey, 2009:3). Negara dalam rumus Neoliberal memiliki tugas untuk menjaga agar kerangka tersebut bisa berjalan, misalnya dengan menegakkan hukum, menjaga pertahanan dan keamanan, serta menyediakan infrastruktur publik lainnya demi berjalannya ekonomi pasar. Namun, Negara sama sekali tidak boleh turut campur dalam wilayah pasar itu sendiri.