02 June 2014

Sukarno, Prabowo dan Jokowi


Oleh : Yanu Endar Prasetyo
Penulis Buku “Harta Karun Bung Karno”

“Bung Karno hidup dan mati (dibunuh) berkali-kali”. Demikian barangkali ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana bapak proklamator, pendiri bangsa dan salah satu pencetus ideologi Pancasila ini muncul dan tenggelam dalam arus dinamika politik di Indonesia. Bagaimana tidak? Sejak sebelum Indonesia merdeka hingga satu dasawarsa lebih reformasi, Bung Karno, secara simbolik maupun ideologis tidak pernah lepas dipakai (atau dibajak?) oleh siapapun yang ingin meniti dan memburu tangga kekuasaan. Mulai dari calon kepala desa, calon anggota DPR hingga calon Presiden dan Wakil Presiden juga merasa harus mewarisi seluruh atau sebagian dari diri, sikap dan cita-cita Sukarno sebagai “jualan” mereka. Ini tentu sesuatu yang membanggakan, karena berarti bangsa ini tidak pernah lupa akan sejarah. “Jas Merah” Bung Karno selalu dipakai. Namun ini juga akan nampak sangat absurd dan paradoks, manakala mereka yang merasa berhak mewarisi Sukarno ini, pada saat yang sama, juga mengkhianati mimpi-mimpi Bung Karno itu sendiri. Disinilah bung karno dihidupkan sekaligus dimatikan berkali-kali.