30 July 2015

Peran KIM dalam Pemetaan Inovasi Akar Rumput



Oleh : Yanu Endar Prasetyo
 
Potensi kabupaten Subang tidak hanya terletak pada kekayaan sumber daya alamnya saja, melainkan juga tersembunyi pada potensi sumber daya manusianya yang tak kalah besar. Salah satunya adalah potensi inovator-inovator akar rumput. Siapa itu inovator akar rumput? Mereka adalah orang-orang yang mampu menyelesaikan masalah keseharian yang dihadapinya dengan ide, kreativitas, teknologi dan inovasi yang diciptakannya sendiri atau secara berkelompok. Kreativitas tersebut kemudian diakui dan digunakan pula oleh komunitas atau masyarakat di sekitarnya. Orang-orang kreatif seperti ini tidak selalu dikenal, bahkan seringkali tersembunyi. Mereka juga kerap tidak mendapat fasilitas, bantuan atau pendanaan dari lembaga formal seperti pemerintah dan swasta. Mereka adalah orang-orang yang bekerja dalam “sunyi”, tanpa hingar bingar pemberitaan namun kreativitasnya menjadi solusi bagi orang-orang di sekitarnya.

27 July 2015

Global Exploration di Hutan Pendidikan Iklim Blanakan

Detara Foundation yang bermarkas di Bogor bekerja sama dengan Global Exploration menyempatkan diri membawa 23 pelajar dari Belanda berkunjung dan berinteraksi dengan pelajar serta masyarakat lokal di Hutan Iklim Blanakan, Subang, pada minggu kemarin (26/7/2015). Beberapa kegiatan peduli lingkungan digelar bersama, mulai dari kegiatan pungut sampah, pendidikan sanitasi (gosok gigi bersama anak-anak SD di desa Muara), menanam pohon, membuat papan-papan peringatan dan lain sebagainya di hutan buatan hasil isisiasi masyarakat dengan Pertamina tersebut. Tidak hanya kegiatan yang bertema lingkungan, namun juga kegiatan sosial budaya lainnya digelar, seperti lakon asal-usul blanakan yang dibawakan dalang kecil menggunakan wayang kertas, kemudian pertunjukan tari merak sampai dengan menari dan joged bersama dilakoni dengan penuh semangat kekeluargaan dari semua peserta. Beberapa komunitas di Subang juga hadir mendukung kegiatan Global Eksploration ini, seperti dari Sobat Budaya Subang, Suling (Suara Lingkungan) Subang, Facebookers Subang, Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Subang, Himpunan Alumni IPB Subang, dan beberapa media seperti Pasundan Ekspres dan KotaSubang.com. Acara berlangsung dari pagi sekitar pukul 9.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB. Berikut foto-foto di kemeriahan acara yang keren tersebut, Check It Out!

Mudik 2015 : Ini Ceritaku, Mana Ceritamu? (Bag 4)

Berikut beberapa tempat yang sempat terekam dan kami kunjungi selama libur lebaran. Selain acara inti sholat ied di lapangan Bendogerit, silaturahim dengan saudara dan sepupu, juga sempat mengajak anak-anak bermain di beberapa lokasi favorit di Blitar. Seperti aloon-aloon kota Blitar, Kebon Rojo, Stadion Blitar lalu mampir ke Organic Farming School Milik Mas Didi (temen kuliah Istri di Unpad) di desa Bence, Kabupaten Blitar, kemaudian berkunjung ke rumah sahabat-sahabat SMA doeloe, lalu pulangnya mampir ke tanah kelahiran ibu di Kertosono, Kab. Nganjuk sambil bagi-bagi sarung dan jilbab untuk adik-adik TPA disana. Alhamdulillah lebaran tahun ini benar-benar bisa dinikmati dengan sangat menyenangkan. Semoga bisa bertemu dengan lebaran tahun depan, mungkin dengan cerita yang berbeda. 
Mohon maaf lahir dan batin. Salam.

19 July 2015

Mudik 2015 : Ini Ceritaku, Mana Ceritamu? (Bag 3)



Udara segar menyapa sepanjang Ungaran-Salatiga. Bukan hanya udara yang segar, tapi juga ribuan pekerja atau buruh pabrik yang pagi itu masih masuk kerja memadati jalan sepanjang Ungaran. Mayoritas buruh perempuan. Kondisi jalan terhambat karena setiap seratus meter ada rombongan buruh yang menyeberang jalan, angkutan yang menurunkan penumpang dan ribuan sepeda motor yang mencoba menerobos hiruk pikuk pagi itu. Sempat terlihat di kanan kiri jalan beberapa plang perusahaan ternama, seperti coca cola. Aneka warna seragam buruh pabrik juga mendominasi jalanan pagi itu. Terbayang, mungkin tak sampai lima tahun lagi, pemandangan seperti ini akan memenuhi pagi di wilayah Subang tercinta.

16 July 2015

Mudik 2015 : Ini Ceritaku, Mana Ceritamu? (Bag 2)




Selepas berganti ban dan istirahat sejenak di kota batik, Pekalongan, perjalanan suci ke timur kami lanjutkan. Jalanan masih belum begitu padat, hanya saja masih cukup ramai kendaraan besar seperti truk dan bis. Semuanya bak sedang kesetanan, melaju sangat kencang. Yang cukup menjengkelkan dari perjalanan sepanjang pekalongan sampai mendekati semarang adalah lampu penerangan jalan yang amat sangat minim. Gelap. Ditambah marka jalan yang sudah hampir tak terlihat warna putihnya. Maka pengendara yang ngantuk mungkin lebih baik istirahat saja terlebih dahulu. Karena gelap, jadi kalau ada lampu kendaraan dari arah berlawanan akan sangat silau dan mengagetkan.

15 July 2015

Mudik 2015 : Ini Ceritaku, Mana Ceritamu? (Bag 1)

Kata orang, guyonan sih, mudik adalah "Rukun Islam" keenam setelah syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Bagi masyarakat Indonesia, bisa jadi sih belum lengkap menjadi orang Indonesia kalau tidak pulang kampung ketika Iedul Fitri. Apa pun itu, yang jelas, ritual mudik ini juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas tahunanku. Pulang ke kampung halaman, menengok orang tua, sanak saudara, handai taulan dan reuni dengan sahabat-sahabat semasa kecil sampai SMA. Mudik bagiku juga menjadi momentum untuk re-charging batere hidup, refleksi dan menata kembali kompas kehidupan. Saat yang tepat untuk mengenali kembali identitas, asal-usul dan titik berangkat sebagai seorang manusia. Oleh karena itu, mudik menjadi semacam keharusan sosial yang harus dijalani sekalipun penuh perjuangan dan bahkan pertaruhan nyawa. Itulah mudik ala kita, ala kamu, ala Indonesia.

Nah, tahun ini perjalanan mudikku masih menggunakan kendaraan pribadi roda empat. Menunggangi mobil Blazer kesayangan. Aku ditemani Istri, kedua anakku Arafa dan Afira, lalu Bapak dan Mamah Mertua plus adik Ipar, Tiara. Rencananya, Mertua dan adik ipar berangkat bersama kami menggunakan mobil, lalu nanti akan pulang lebih awal sebelum lebaran menggunakan kereta api. Sebab, mereka harus berlebaran di rumah nenek di Lembang, Bandung. 

Kuliner di Padang


Apa yang terbayang begitu mendengar nama Padang? pasti tak jauh-jauh dari warung nasi padang khan? hehehe...aku juga begitu. Hal pertama yang bikin penasaran ketika akan pergi ke Padang adalah membandingkan apakah masakan Padang yang asli itu berbeda atau sama dengan masakan Padang yang sering kita santap di warung-warung Padang seantero Indonesia ini?

[1] RM. Sederhana
Nah, kali ini, ketika sempat tiga hari berada di Kota Padang, maka destinasi kuliner utama tak lain dan tak bukan adalah berburu masakan khas Padang itu sendiri. Beruntung, di hari pertama, aku dan dua orang teman lainnya diajak berbuka puasa oleh Pak Akhyar, staf dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, di salah satu rumah makan Padang  yang namanya begitu legendaris : SEDERHANA. ya, di Jawa dan mungkin kota lainnya, rumah makan padang sederhana sudah demikian terkenal. Entah apakah mereka satu grup/perusahan atau berbeda-beda, yang jelas, RM. Sederhana ini menjadi representasi rumah makan padang yang elit dan mahal tentunya :D Uniknya, RM. Sederhana yang kami singgahi ini tidak semegah RM. Sederhana biasanya. Namun tempatnya sangat bersih dan mencolok dengan cat warna kuningnya. Letaknya berseberangan dengan Rumah Sakit milik Semen Padang. Sekitar lima belas menit sebelum berbuka kami sudah tiba. Hidangan aneka masakan padang sudah ditata di meja dengan ditutup beberapa lembar surat kabar.

07 July 2015

Dies Natalies Sosiologi FISIP UNS 2015



Riset Bersama Elemen Buruh

Sebagai tindak lanjut dari Diskusi Publik I dan II yang telah digelar di aula SKB Subang, malam minggu kemarin (4/7/15), ditemani oleh beberapa inisiator kami melakukan silaturahim dan briefing teknis pengambilan data bersama rekan-rekan serikat buruh di wilayah Kecamatan Cipendeuy, Subang. Bagi saya dan rekan-rekan, ini adalah pengalaman pertama melibatkan buruh sebagai pelaku riset tentang dampak industri di Kabupaten Subang. Selama ini, banyak kajian mungkin dilakukan dari menara gading perguruan tinggi atau lembaga-lembaga riset saja, hasilnya pun mungkin tidak pernah sampai kembali kepada mereka yang menjadi subyek (atau bahkan korban) dari apa yang disebut sebagai "pembangunan" itu sendiri. Tidak ingin mengulangi hal tersebut, maka Diskusi Publik ke II yang dihadiri lebih dari 16 elemen di Kab. Subang sepakat bahwa riset tentang dampak industri ini harus dilakukan bersama-sama dengan melibatkan seluruh elemen yang hadir. Dengan demikian, hasil dari riset tersebut dapat digunakan kembali oleh stake holder dari berbagai latar belakang pergerakan tersebut, ada yang dari serikat buruh, media, perguruan tinggi, ormas, OKP, LSM, paguyuban, komunitas, pelaku seni dan mahasiswa.