20 September 2016

Dari Subang ke Amerika (Bag 2)

( sebelumnya.....)


Chicago O'Hara International Airport merupakan bandara yang besar dan sibuk. Bahkan untuk penerbangan domestiknya. Di terminal 1, saya melihat desain bandara yang sebenarnya sangat simpel. Jalan di dalamnya tidak begitu membingungkan, karena hanya ada beberapa sayap dan setiap sayap yang berisi ruang tunggu itu berisi hal-hal yang kurang lebih sama. Ada toko buku dan majalah, mini market, meja dan kursi untuk free internet (tapi yang ini sedang gangguan pada saat saya coba) atau sekedar mengisi ulang HP dan Laptop, ada juga televisi menghadap kursi ruang tunggu, coffee shop, money changer dan tentu saja rest room alias toilet. 

Penerbangan dari Chicago ke St. Louis, Missouri baru akan berangkat pada malam sekitar pukul 22.Ternyata, itu penerbangan terakhir. Jadi, diperkirakan saya akan sampai di St. Louis sekitar pukul 00 dini hari. Saya hanya bisa berdoa akan ada tempat yang safe untuk istirahat atau merebahkan badan di st. Louis nanti. Saya tengok jam di HP, masih banyak waktu sekitar 4 - 5 jam ke depan. Saya pun mengisinya dengan jalan bolak-balik nggak jelas. Mencari sesuatu yang kira-kira halal untuk dimakan. Tapi saya ingat saya hanya bawa pecahan 100 dollar, tentu jumlah yang besar untuk sekedar membeli permen atau roti. Celingak-celinguk tidak ada sesuatu yang pas betul untuk dibeli. Yasudahlah, akhirnya saya hanya duduk-duduk, baca majalah dan main hp hingga tiba waktu pesawat berangkat.

19 September 2016

Dari Subang ke Amerika (Bag 1)

Salam Super!!


Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah perjalanan fisik dan mental yang bersejarah. Tentu saja bersejarah buat saya pribadi. Namun demikian, sesuatu yang bersejarah buat pribadi ini semoga bisa juga menjadi pelajaran bagi siapa pun yang membacanya. Bersejarah karena ini perjalanan paling jauh yang pernah saya tempuh. Perjalanan terjauh sebelumnya adalah ke India (baca di sini). Rekor itu kini telah terpecahkan. Kali ini saya melakukan perjalanan hingga ke benua lain, Amerika. Ya, lebih dari 30 jam waktu yang dihabiskan untuk terbang dan transit di beberapa tempat. Banyak kejadian lucu dan konyol sepanjang perjalanan panjang ini. Bukan hanya lucu, sejujurnya ini adalah perjalanan paling mengharukan dan menguras emosi serta air mata yang pernah saya alami dalam hidup. Serius!

Dari Subang

Pukul 11 malam kami berangkat dari Subang. Tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar jam 2 pagi dengan sekali beristirahat di rest area. Dua mobil mengiringi perjalanan ini, satu mobil carry milik Asolmania (sebutan gaul bapak mertua saya) dan satu lagi mobil yang dikendarai oleh adik ipar saya, Om Kibo nama kerennya. Setibanya di Bandara, kami sekeluarga menunggu sekitar dua jam di terminal 2. Karena tidak banyak tersedia tempat tidur dan masih ngantuk berat, keluarga pun dengan santai tidur di lantai beramai-ramai. Tidak perlu canggung, karena memang demikian kalau kita menunggu di bandara. 

Sejujurnya, perjalanan ini sudah dinanti-nanti sejak lama. Diperjuangkan dengan penuh keringat dan doa. Namun, manakala hari yang dinanti tiba, justru air mata bercucuran dengan perasaan campur aduk tak karuan. Dengan diantar oleh keluarga lengkap - mereka adalah orang-orang paling penting dalam hidup saya - tak kuasa diri ini menahan air mata perpisahan. Empat atau lima tahun yang biasanya tidak terasa atau tak pernah dihitung, tetiba menjadi waktu yang bakal terasa sangat lama. Saya peluk satu persatu, mulai dari Bapak, Ibu, Istri, Anak-Anak, Mamah, Bapak Mertua, Adik-Adik dengan tak satu pun yang tidak membuat saya menangis. Setegar apa pun kita berusaha, toh perasaan tidak ingin terpisah jauh itu pun tiba dengan sendirinya. Tak bisa dibohongi.

18 September 2016

Mobilizing Appropriate Technologies to Grassroots Innovations Ecosystem

The concept of sustainable development is ecology and economics must be more fully integrated (Eco-Economy). As known, since the 1950s, the role played by the rural agricultural sector in society has considerably changed due to of mechanization, globalisation and new social needs. In many ways. The concept of Appropriate Technologies (AT) hence endeavors to eliminatethe adverse effects of this modern technology. To parse these issues, we can learn from any existing experiences. The main government institution (formal organization) working on AT in Indonesia is The Center for Appropriate Technology Development (CATDev). The empirical exercise is the AT movement has shown a shifting trend. It has transformed itself slowly into an alternate technology movement based on Grassroots Innovations. Grassroots development is a process of intentional social change that privileges local organizing, visioning and decision making. It is an alternative approaches to local development in poor communities.

The first rural development decade (1960-70) achieved extraordinary success in promoting economic growth, not only in the newly industrialized countries (NICs) of East and South East Asia, but also in many Latin American and some African countries [1]. For agricultural policy, the main lesson from this period was the key role of technological change in agriculture. Following World War II, technological developments in agriculture have been particularly influential in driving change in the farm sector. Technological developments (mechanization and availability of chemical inputs) occurred at an extraordinarily rapid growth in average farm size, accompanied by an equally rapid decline in the number of farms and rural populations [2]. The core instrument was the technology of the Green Revolution, seen as the missing piece in the failed community development movement of the 1950-65 period.

(Photo : Prof. Anik K. Gupta, Founder Honey Bee Network)

15 September 2016

The Importance of Grit and Determination

Generally speaking, many people want to be a successful person in life. Some of them believe that intelligence and talent is the basic or determinant factor of a successful life. Intelligence is related to the ability to learn and understand things, while talent refers to the special ability that allows someone to do something well. In fact, neither intelligence nor talent is enough to gain future success. Success requires more than a “given factor” like that. Beyond intelligence and talent, success necessitates grit and determination as the most powerful weapons for long term success.

04 September 2016

Tips Mendapatkan Visa Belajar ke Amerika Serikat

Dear Readers,

Mungkin diantara pembaca ada yang memiliki mimpi belajar ke Amerika Serikat. Untuk bisa menggapai mimpi itu tentu perlu kerja keras dan keinginan yang kuat (Baca : S3 Keluar Negeri, Siapa Takut?). Namun itu saja tidak cukup, banyak hal yang bersifat administratif yang juga harus kita pahami. Saya sendiri pada awal-awal juga dibuat bingung dengan berbagai informasi yang ada. Sebagian bilang sulit mengurus visa, biayanya mahal, nama islami susah masuk dan lain sebagainya. Tentu saja info-info itu sangat membantu, terutama dari blog seperti ini, namun ada baiknya juga kita pandai-pandai menyaring dan tidak begitu saja terpengaruh mentah-mentah. Dimasak sedikit biar lebih sehat :)

Well guys, biar tidak terlalu panjang bacanya, langsung saja saya akan sampaikan secara ringkas seluk beluk mengurus dokumen, terutama visa belajar, ke Amerika Serikat. Tentu saja sesuai dengan kasus dan pengalaman saya yang sangat mungkin akan berbeda dengan yang lainnya. Unutk diketahui, ada dua jenis visa ke Amerika serikat, yaitu visa non-imigrant dan visa imigran. Sebagai pelajar, saya melamar untuk visa yang pertama yaitu visa non imigrant dengan kategori visa J-1. Untuk memahami jenis-jenis Visa di US bisa dibaca lebih lengkap disini.