“He’s not moving party to the left. He’s moving a generations to the left”
Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) tidak hanya menghasilkan fenomena Donald Trump sebagai presiden terpilih, tetapi juga menjadi panggung bagi kemunculan politisi liberal paling berpengaruh di AS saat ini : Bernie Sanders. Senator dari Vermont yang sudah berusia tujuh puluh lima tahun ini adalah fenomena ekstrem dan tidak biasa dalam perpolitikan Amerika. Bukan saja karena ia hanya dianggap sebagai kuda hitam, melainkan juga karena gagasan dan pemikirannya yang sama sekali berbeda dengan arus utama di AS. Pemikirannya memang khas liberal yang mendukung sepenuhnya hak-hak dan kebebasan individu, akan tetapi gagasannya di bidang ekonomi dan politik justru mencerminkan pandangan sosialis atau kiri. Bahkan, gerakan protes anti-Trump yang masih marak di berbagai kota di AS selepas hasil pemilu kemarin juga tak lepas dari pengaruh seorang Bernie.
Suara kerasnya dalam menentang oligarki elit politik amerika dan kerakusan segelintir korporasi besar, yang ia sebut dengan “the 1 percent”, itu telah membuat merah telinga status quo di AS. Bukan hanya itu, ia juga mengkampanyekan “health care for all”, “making higher education affordable”, kritik kerasnya pada media yang lebih banyak menjual gosip daripada mengabarkan permasalah riil bangsa Amerika, sampai dengan kegigihannya mendukung kampanye perubahan iklim telah memberi warna ideologis yang berbeda dalam Pilpres AS. Gagasannya memang terasa ganjil di kalangan mapan dan elit, akan tetapi ia mendapat dukungan yang sangat luas dari generasi muda AS. Hasilnya, ia memenangi dua puluh dua negara bagian, mendapatkan 1,3 juta suara yang mayoritas anak muda dan hampir saja mengalahkan Hillary dalam perebutan tiket presiden dari partai Demokrat. Kejutan dan prestasi yang bukan main-main.