20 February 2019

Bernie


Oleh: Yanu Prasetyo

Saya masih ingat, buku pertama yang saya beli langsung di Amerika adalah buku si kakek ini. “Our Revolution” judulnya. Waktu itu tahun 2016. Tepat sebelum pemilu. Saat khalayak ramai memperbincangkan Hillary dan Trump, saya justru lebih tertarik untuk mengenal lebih jauh sosok ini. Bukan hanya pandangannya yang anti-mainstream, namun juga pesan-pesan dan pidatonya yang demikian memikat. Khususnya bagi kawula muda Amerika. Unik, kan? capres berumur tapi mayoritas pendukungnya kawula muda. Ya, dia adalah Bernie Sanders. Senator dari Vermont yang dua tahun lalu melaju di konvensi capres Demokrat namun di detik terakhir harus rela “tersingkir” dan memberikan dukungannya kepada Hillary.


Waktu itu, banyak pendukungnya yang kecewa berat. Bahkan ngambek tidak jadi memilih di pemilu karena Bernie gagal melaju. Banyak yang bilang ia “dikerjai” oleh elit partainya sendiri. Itu menurut teori para pendukung fanatiknya. Tapi memang cukup beralasan. Meskipun Demokrat dan Republikan seakan-akan dua kutub yang berbeda, namun dalam falsafah ekonominya, keduanya pro kapitalisme. Bedanya, Demokrat masih relatif memberi ruang bagi kader-kader dengan gagasan nyeleneh dan heterogen dibandingkan dengan rivalnya, Republikan.

Maka, jika saja Bernie maju dan menang menjadi presiden, maka Amerika akan berubah haluan seperti yang ditakutkan status quo di AS. Simak saja gagasan dan program-programnya yang membuat super rich ketar-ketir:

Medicare-for-ALL
$15-an-hour minimum wage
Free tuition at public colleges
Lower drug prices through government intervention
Encourage labor union formation
Gender pay equity
Expanded social security benefit
Criminal justice reform (termasuk melegalkan ganja)
Breaking up the biggest Wall Street Banks
Comprehensive immigration reform
Dan lain
Dan lain

Bukan saja ia dicap sebagai tokoh partai Demokrat yang paling progressive, tetapi juga dianggap hendak menerapkan sosialisme di Amerika. Negeri yang dalam kebijakan politiknya sangat anti dengan gagasan kiri ini. Pada awal sang senator muncul, gagasan semacam ini sungguh tidak populer bagi publik Amerika. Terutama bagi kalangan mapan dan tua. Tapi dahsyatnya, dukungan dari kalangan muda – termasuk generasi milenial – seakan tak terbendung. Ini yang membuat posisi Bernie unik. Para senator muda, termasuk AOC pun, nampaknya adalah buah yang lahir dari efek Bernie.

Sebagai keturunan Yahudi yang tumbuh besar di Brooklyn, ia mengalami langsung hidup sebagai minoritas di Amerika. Maka tak heran jika kemudian suaranya begitu mengena bagi kaum minoritas. Sebaliknya, suaranya adalah ancaman serius bagi kalangan elit. Musuh Bernie jelas: satu persen orang terkaya di Amerika. Ia ingin mengurangi dan meratakan kekayaan mereka dan dibagi-bagi kepada warga Amerika lain yang lebih membutuhkan. Begitu kurang lebih posisi Bernie dalam drama politik Amerika.

Meskipun datang dengan gagasan “pinggiran” bukan berarti Bernie hanyalah pemeran pembantu atau pelengkap belaka dalam drama politik ini. Pada perjalanannya menuju kursi capres Demokrat tahun 2016, Bernie memperoleh setidaknya 13 juta suara dalam Primaries dan Caucuses. Ia juga menang di 22 negara bagian, sebagian dengan selisih yang cukup telak. Washington Post saja sampai menulis bahwa ”Not only Sanders’s campaign made for an unexpectedly competitive Democratic primary, he has also changed the way millennieals think about politics”. Tentu ini buka main-main.

Nah, baru saja, ia mengumumkan bahwa ia akan kembali bertarung untuk Pilpres 2020 nanti. Masih dari partai yang sama, Demokrat. Dengan musuh yang kemungkinan sama, Donald Trump. Namun, dengan lawan internal demokrat yang berbeda, dimana banyak darah muda disana (simak tulisan saya sebelumnya soal Deklarasi Capres). Deklarasinya tidak dilakukan di tengah salju maupun kerumunan, tetapi dengan sebuah iklan video yang beredar di media sosial dan disusul wawancara dengan stasiun TV. Membaca komentar-komentar yang melintas, satu kata yang paling sering keluar: ”I feel Bern Again”. Kalau dulu mottonya adalah ”A Future to Believe In”, kali ini hashtag nya lebih ringkas #UsNotMe! 

Jadi, kita lihat saja, apakah sihir Bernie kali ini bisa meloloskannya menjadi Capres Demokrat 2020? atau kembali dia akan menjadi peng-endorse kandidat lainnya di tikungan terakhir? 




No comments:

Post a Comment