14 April 2009

Kado



Adakah ungkapan perhatian dan sayang yang lebih istimewa selain kado? Kalau ada, maka bolehlah aku persembahkan untuknya. Saat ini juga! Sebab aku takut, tak lama lagi aku bisa bersamanya. Tak banyak waktu yang mungkin tersedia untuk menemaninya. Aku khawatir, dia akan melupakanku selamanya. Maka kado istimewa ini harus aku berikan kepadanya.

Di tengah gerimis yang turun tiba-tiba, aku menerobosnya dengan sepeda motor buntutku. Sesekali kuusap wajahku yang kuyup diderai air hujan. Helm standar yang sudah pecah kacanya itu, sengaja tak kubuang karena satu alasan : helm itu adalah pemberiannya saat ulang tahunku ke tujuh belas tahun, dua tahun yang lalu. Kebetulan, kita berdua adalah pecinta sepeda motor tua, warisan bokap-bokap kita.
Hari ini, meski aku tak yakin dia masih ada di rumah, tapi setidaknya aku telah berusaha agar tak menyesal untuk selamanya. Aku tahu, pertengkaran kemarin adalah insiden paling memalukan dalam hidupku. Hanya karena persoalan sepele, aku harus memusuhi orang yang selama ini selalu bersamaku, dalam terang dan gulita. Aku akan menebusnya hari ini!

Kulirik kotak dalam keresek hitam yang bergelayut di bawah stang sepeda motorku. “semoga dia mau berdamai denganku”, batinku.

Akhirnya, gapura kompleks perumahan itu pun nampak. Aku segera bergegas menuju rumah bercat hijau di ujung jalan. Sepi. Tak kulihat siapapun di sana. Mobil kijang tua yang biasanya parkir di garasi rumah pun tak ada. Rasanya aku ingin pingsan. Dia telah pergi! Benar-benar pergi. Bekali-kali sahutanku bertepuk sebelah tangan. Tak kuasa menahan perasaanku, kuletakkan kado perdamaianku itu bawah pintu gerbang yang bercat malas, semuram warna hatiku.

Aku merasa terpuruk sepanjang jalan. Meratapi nasib sebagai manusia bodoh. Yang telah jahat mencampakkan persahabatan hanya demi perempuan yang belum tentu akan menjadi pendamping hidupku kelak. Aku benar-benar kehilangan separuh sayapku. Betapa berartinya dia bagiku. Namun, sesal kemudian tiadalah merubah nyata. Dia takkan kembali meskipun kusadari keberartiannya kini. 2 tahun persahabatan terjalin, berkeping hacur dalam hitungan hari.

Aku hanya ingin mengurung diri malam ini.

Kreeekk...
Terderak pintu kamarku terbuka
dodi, ayo makan. Dari tadi kok dikamar terus?
Suara ibuku pelan memeluk kesadaranku. “ada apa sih nak? Kamu sedih?” tak tertarik sedikitpun mulut ini menanggapnya.
Sepertinya ibuku mengerti meski tanpa narasi, bahasa hati jauh lebih tajam dimengerti.

oh ya, tadi pas kamu keluar ujan-ujan, Anton mampir kesini. Katanya dia mau pamit kuliah ke Jawa, dan dia menitipkan sesuatu untuk kamu

Jantungku yang sedari tadi pingsan, tiba-tiba siuman mendengar nama sahabatku disebut. Langsung kubalikkan badan dan wajahku dari kapuk malas. Lalu kuhampiri sebuah kotak kado merah yang diletakkan ibuku di ujung pintu.

Tertulis di atasnya:
“untuk sahabatku, Dodi.
Semoga persahabatan kita selalu abadi”.


darahku beku, dan dunia pun membisu, sesenyap toba, untuk lama yang cukup panjang *

Subang, 11/04/09
Saat gerimis pun jatuh

2 comments:

  1. Kang yanu, bagaimana dengan komunitas penulis subangnya? Apakah sudah dilaunching, kalau sudah saya tertarik untuk memasangnya di website kotasubang.com dalam rubrik komunitas.

    Thxs

    ReplyDelete
  2. Segudang Ilmu dan Berbagi Pengalaman... Wah, hebat kamu udah bisa menjelajah Indonesia walaupun belum seluruhnya...

    ReplyDelete