Kamis, 07 April 2005 17:31 WIB
TEMPO Interaktif, PADANG:Sebagian warga Padang resah. Keresahan itu dipicu analisa sejumlah pakar gempa dan tsunami yang memprediksi akan terjadi gempa besar di zona subduksi Kepulauan Mentawai yang bisa memicu tsunami. Maklum, Padang yang berpenduduk 786 ribu jiwa itu terletak di pesisir dan 80 persen warganya tinggal di dekat pantai. Warga Ulak Karang yang mengontrak, misalnya, mencari kontrakan baru di pinggir kota yang tempatnya lebih tinggi. Sementara warga yang memiliki rumah di kawasan yang tak jauh dari pantai itu sebagian sudah mengosongkan rumahnya. Untuk sementara sebagian warga Padang pindah ke daerah asal mereka seperti Bukittinggi, Payakumbuh, atau Solok bahkan ada yang turut mengontrak rumah di pinggir kota. Mereka memburu kontrakan di daerah yang jauh dari pantai dan berada di ketinggian. Perumahan di Kuranji, Belimbing, Ulu Gadut, Penggambiran yang terletak di pinggir kota diserbu pengontrak baru itu. Padahal kawasan pinggiran kota itu relatif sepi. Karena banyak peminat, harga rumah kontrakan pun melonjak dua kali lipat. Perumahan Mawar Putih Kuranji yang berjarak sekitar 7 kilometer dari pantai dengan ketinggian 8 meter dari permukaan laut banyak diminati pengontrak. Rumah yang biasanya dikontrak Rp 800 ribu sekarang dipatok menjadi Rp2 juta per tahun. Sementara rumah yang agak besar yang dulunya hanya Rp2 juta per tahun kini naik menjadi Rp4 juta."Sejak isu tsunami dan gempa di Nias setiap hari rata-rata 10 orang mencari rumah kontrakan di sekitar sini," kata Rudi, warga Kuranji. Menurutnya calon pengontrak ada yang hanya mencari rumah untuk didiami malam hari saja, siang hari tetap tinggal di rumahnya di Padang. Ada juga yang mencari rumah untuk orangtua mereka yang uzur.Suprialdi, 34 tahun, karyawan swasta yang tinggal di Tabing juga turut berburu rumah kontrakan. Suprialdi selalu terbayang tsunami setiap mendengar debur ombak saban malam.” Keluarga saya sempat tidur di kolong meja," katanya. Karena selalu cemas, akhirnya istri dan anak Suprialdi dititipkan ke mertuanya di Payakumbuh, sampai memperoleh rumah kontrakan yang dirasa aman."Bagaimana kami tidak percaya? Peneliti sudah mengatakan ada gempa di Mentawai disertai tsunami. Diperkirakan warga Padang hanya bisa menyelamattkan diri dalam 15-20 menit. Kami mau lari ke mana? Bukit yang tinggi di Padang ada di pinggir kota yang jaraknya sampai 7 kilometer," kata Suprialdi. Selain ramai-ramai mencari rumah kontrakan, warga pesisir juga menempelkan papan bertuliskan “dijual” pada rumah-rumah dan toko di sepanjang pantai.Keresahan itu juga memakan korban. Seorang perempuan, Fifi, 34 tahun, warga Kelurahan Jati V ditemukan tewas di kamar mandi rumahnya karena menggorok lehernya dengan pisau dapur. Kabarnya, ia bunuh diri setelah mendengar cerita ibunya tentang cara menyelamatkan diri jika tsunami seperti Aceh menerjang Padang. Meski polisi masih menyelidiki penyebab pasti Fifi bunuh diri, namun menurut Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Poltabes Padang AKP Dodi Pribadi, diduga korban bunuh diri karena stress menghadapi isu bunuh diri yang beredar di kota Padang.Pemerintah Kota Padang berusaha menenangkan warganya hanya dengan mendatangkan penceramah agama dan berzikir bersama. Mereka berceramah tentang cara menghadapi gempa dan tsunami dari sudut agama Islam. Antisipasi bencana malah belum dilakukan. "Menghadapi ancaman gempa dan tsunami kita memang harus waspada tetapi jangan panik,” kata Wali Kota Padang Fauzi Bahar. Dalam waktu dekat, kata Walikoty, akan ada pertemuan antara Gubernur Sumatera Barat dengan bupati dan wali kota kawasan pesisir untuk membicarakan masalah ini.Pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja, melalui telepon mengatakan menyarankan agar pemerintah daerah dan masyarakat Mentawai, Padang, Bengkulu dan daerah barat Sumatra lainnya segera melakukan tindakan antisipatif (mitigasi). Ini karena daerah itu berpotensi gempa besar yang bisa diiringi tsunami di Mentawai. Jika pusat gempa di Mentawai bisa memicu tsunami, daerah yang paling berbahaya adalah kawasan penduduk padat seperti Padang. Gempa besar diiringi tsunami memang pernah terjadi di Padang, Bengkulu, dan kawasan sekitarnya. Apabila terjadi tsunami di Mentawai, kata Danny, evakuasi tidak begitu sulit, karena masyarakat bisa lari ke bukit. Tapi di Padang sangat rawan karena padat penduduk. "Harus sedari dini mengantisipasi. Mitigasi yang dipersiapkan selama 5 tahun akan bisa meminimalkan korban sekitar 70 persen," ungkapnya. febrianti
TEMPO Interaktif, PADANG:Sebagian warga Padang resah. Keresahan itu dipicu analisa sejumlah pakar gempa dan tsunami yang memprediksi akan terjadi gempa besar di zona subduksi Kepulauan Mentawai yang bisa memicu tsunami. Maklum, Padang yang berpenduduk 786 ribu jiwa itu terletak di pesisir dan 80 persen warganya tinggal di dekat pantai. Warga Ulak Karang yang mengontrak, misalnya, mencari kontrakan baru di pinggir kota yang tempatnya lebih tinggi. Sementara warga yang memiliki rumah di kawasan yang tak jauh dari pantai itu sebagian sudah mengosongkan rumahnya. Untuk sementara sebagian warga Padang pindah ke daerah asal mereka seperti Bukittinggi, Payakumbuh, atau Solok bahkan ada yang turut mengontrak rumah di pinggir kota. Mereka memburu kontrakan di daerah yang jauh dari pantai dan berada di ketinggian. Perumahan di Kuranji, Belimbing, Ulu Gadut, Penggambiran yang terletak di pinggir kota diserbu pengontrak baru itu. Padahal kawasan pinggiran kota itu relatif sepi. Karena banyak peminat, harga rumah kontrakan pun melonjak dua kali lipat. Perumahan Mawar Putih Kuranji yang berjarak sekitar 7 kilometer dari pantai dengan ketinggian 8 meter dari permukaan laut banyak diminati pengontrak. Rumah yang biasanya dikontrak Rp 800 ribu sekarang dipatok menjadi Rp2 juta per tahun. Sementara rumah yang agak besar yang dulunya hanya Rp2 juta per tahun kini naik menjadi Rp4 juta."Sejak isu tsunami dan gempa di Nias setiap hari rata-rata 10 orang mencari rumah kontrakan di sekitar sini," kata Rudi, warga Kuranji. Menurutnya calon pengontrak ada yang hanya mencari rumah untuk didiami malam hari saja, siang hari tetap tinggal di rumahnya di Padang. Ada juga yang mencari rumah untuk orangtua mereka yang uzur.Suprialdi, 34 tahun, karyawan swasta yang tinggal di Tabing juga turut berburu rumah kontrakan. Suprialdi selalu terbayang tsunami setiap mendengar debur ombak saban malam.” Keluarga saya sempat tidur di kolong meja," katanya. Karena selalu cemas, akhirnya istri dan anak Suprialdi dititipkan ke mertuanya di Payakumbuh, sampai memperoleh rumah kontrakan yang dirasa aman."Bagaimana kami tidak percaya? Peneliti sudah mengatakan ada gempa di Mentawai disertai tsunami. Diperkirakan warga Padang hanya bisa menyelamattkan diri dalam 15-20 menit. Kami mau lari ke mana? Bukit yang tinggi di Padang ada di pinggir kota yang jaraknya sampai 7 kilometer," kata Suprialdi. Selain ramai-ramai mencari rumah kontrakan, warga pesisir juga menempelkan papan bertuliskan “dijual” pada rumah-rumah dan toko di sepanjang pantai.Keresahan itu juga memakan korban. Seorang perempuan, Fifi, 34 tahun, warga Kelurahan Jati V ditemukan tewas di kamar mandi rumahnya karena menggorok lehernya dengan pisau dapur. Kabarnya, ia bunuh diri setelah mendengar cerita ibunya tentang cara menyelamatkan diri jika tsunami seperti Aceh menerjang Padang. Meski polisi masih menyelidiki penyebab pasti Fifi bunuh diri, namun menurut Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Poltabes Padang AKP Dodi Pribadi, diduga korban bunuh diri karena stress menghadapi isu bunuh diri yang beredar di kota Padang.Pemerintah Kota Padang berusaha menenangkan warganya hanya dengan mendatangkan penceramah agama dan berzikir bersama. Mereka berceramah tentang cara menghadapi gempa dan tsunami dari sudut agama Islam. Antisipasi bencana malah belum dilakukan. "Menghadapi ancaman gempa dan tsunami kita memang harus waspada tetapi jangan panik,” kata Wali Kota Padang Fauzi Bahar. Dalam waktu dekat, kata Walikoty, akan ada pertemuan antara Gubernur Sumatera Barat dengan bupati dan wali kota kawasan pesisir untuk membicarakan masalah ini.Pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja, melalui telepon mengatakan menyarankan agar pemerintah daerah dan masyarakat Mentawai, Padang, Bengkulu dan daerah barat Sumatra lainnya segera melakukan tindakan antisipatif (mitigasi). Ini karena daerah itu berpotensi gempa besar yang bisa diiringi tsunami di Mentawai. Jika pusat gempa di Mentawai bisa memicu tsunami, daerah yang paling berbahaya adalah kawasan penduduk padat seperti Padang. Gempa besar diiringi tsunami memang pernah terjadi di Padang, Bengkulu, dan kawasan sekitarnya. Apabila terjadi tsunami di Mentawai, kata Danny, evakuasi tidak begitu sulit, karena masyarakat bisa lari ke bukit. Tapi di Padang sangat rawan karena padat penduduk. "Harus sedari dini mengantisipasi. Mitigasi yang dipersiapkan selama 5 tahun akan bisa meminimalkan korban sekitar 70 persen," ungkapnya. febrianti
No comments:
Post a Comment