Udara segar menyapa sepanjang Ungaran-Salatiga. Bukan hanya udara yang
segar, tapi juga ribuan pekerja atau buruh pabrik yang pagi itu masih masuk
kerja memadati jalan sepanjang Ungaran. Mayoritas buruh perempuan. Kondisi
jalan terhambat karena setiap seratus meter ada rombongan buruh yang
menyeberang jalan, angkutan yang menurunkan penumpang dan ribuan sepeda motor
yang mencoba menerobos hiruk pikuk pagi itu. Sempat terlihat di kanan kiri
jalan beberapa plang perusahaan ternama, seperti coca cola. Aneka warna seragam buruh
pabrik juga mendominasi jalanan pagi itu. Terbayang, mungkin tak sampai lima
tahun lagi, pemandangan seperti ini akan memenuhi pagi di wilayah Subang
tercinta.
Lepas dari Ungaran, kami memasuki Salatiga. Jalanan lebar-lebar itu nampak
lengang. Sempat teringat pesan Didi untuk memperpendek waktu, lewat saja jalan
alternatif menuju sragen via tingkir. Tidak perlu masuk kota boyolali dan Solo
karena terlalu jauh memutar. Setelah sempat galau mau lewat mana, akhirnya saya
putuskan mengikuti saran didi saja. Alasan penguatnya karena siapa tahu bisa
mampir sekalian ke museum purbakala Sangiran. Seingat saya memang jalur itu
sesuai dengan rute Sangiran. Benar saja, sekitar satu setengah jam menyusuri
jalan, akhirnya sampai juga di perempatan Gemolong. Turun dan bertanya sebentar
kepada penduduk sekitar kemana arah Sangiran dan berapa jauh? Dekat!
Asyiik...ternyata tidak terlalu jauh, hanya skeitar 5-7 km saja dari perempatan
Gemolong. Sekitar jam 9 pagi waktu itu, akhirnya saya bawa rombongan keluarga
ke sana, itung-itung menambah wawasan mertua yang seorang guru IPS dan tentu
saja untuk menambah pengalaman Arafa dan Afira wisata ke museum. Mau tau
bagaimana suasana sangiran? Ini nih foto-foto selama kami disana...cekidot!
Selepas hampir tiga jam berkunjung ke Sangiran, perjalanan kembali kami
lanjutkan menuju ke arah timur. Kota berikutnya adalah Ngawi. Lega rasanya
sudah menemukan gapura perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rasanya
sudah tinggal beberapa jam lagi akan sampai ke kampung halaman. Sialnya, rasa kantuk
justru semakin menjadi. Siang yang terik, puasa yang masih dilanjut, makin
menebalkan keinginan untuk sering-sering beristirahat karena mengantuk. Sebelum
perbatasan tadi sudah sempat istirahat sholat dhuhur di masjid Sragen. Selepas
Ngawi, baru masuk Saradan, kami pun berhenti lagi di posko yang cukup luas di
hutan Saradan. Posko mudik milik kepolisian. Sayang baru dibangun, jadi masih
belemu begitu lengkap fasilitas disana.
Sekitar 30 menit istirahat, perjalanan
kami lanjutakan kembali. Kali ini menatap Kabupaten Nganjuk. Tidak seperti
biasanya yang selalu lewat jalur alternatif, kali ini kami lewat tengah kota
Nganjuk menuju Kediri karena jauh lebih dekat dan cepat. Benar saja, tepat
sebelum maghrib kami sudah tiba di Kota Kediri. Sedikit berputar dan salah arah
di kota Kediri, akhirnya kami putuskan untuk berhenti di tepi jalan untuk
berbuka puasa karena adzan sudah memanggil. Es kelapa yang sempat dibeli
sebelum maghrib tadi pun kami santap. Lalu nongkrong di warung angkringan yang
masih komplit. Makan hik ala kediri sepuasnya. Ada sate ayam, sate bekicot,
sate telur puyuh, nasi hik teri dan sambel ijo, tahu-tempe bacem plus minum teh
manis hangat. Sudah seperti suasana di Solo atau Yogya.
Setelah kenyang, perjalanan kami lanjut. Setengah ngebut karena tinggal
satu jam lagi akan sampai Blitar. Alhamdulillah, sekitar pukul 20 malam,
akhirnya tiba di rumah Orang Tua yang sudah menunggu kehadiran kami sedari
pagi. Plong rasanya selamat sampai tujuan tak kurang satu apa pun :)
No comments:
Post a Comment