Yanu Endar Prasetyo
email: yepw33@mail.missouri.edu
Model Penyebaran HIV AIDS (Net Logo) |
Layaknya metode penelitian ilmiah
lainnya, langkah-langkah atau tahapan penelitian yang menggunakan pendekatan Agent-Based Modeling (ABM) juga perlu dirunut agar mudah diikuti dan memiliki “kebakuan”
dalam proses pengembangannya. Tahapan penelitian ini juga akan membantu para
peneliti pemula atau yang baru akan memulai risetnya menggunakan pendekatan
ABM.
Pertanyaan Penelitian (a research
question)
Langkah pertama tentu saja adalah menetapkan
pertanyaan penelitian. Dalam merumuskan pertanyaan penelitian harus
se-realistis mungkin dan memiliki peluang kemungkinan untuk dapat dijawab. Jika
rumusan pertanyaan penelitian itu terlalu general dan ambisius, bisa jadi hasil
penelitian nanti akan kurang memuaskan atau bahkan tidak menjawab sama sekali. Oleh
karena itu, diperlukan rumusan pertanyaan penelitian yang jelas, terukur, fokus,
spesifik, dan ringkas. Semakin spesifik semakin baik!
Beberapa pertanyaan penelitian yang
relevan didekati dengan metode ABM biasanya terkait dengan pola “keteraturan” (regularities) dalam masyarakat (makro) yang sudah
atau bisa teramati polanya. Misalnya pada kasus segregasi sosial di perkotaan yang dapat dilihat dari pola perumahan penduduknya yang dipengaruhi oleh perbedaan rasial. Contoh lain, pola pertukaran
sosial di pedesaan yang dapat diobservasi dari bentuk pertukaran “gantangan” atau “nyumbang” dalam pesta hajatan pernikahan di pedesaan (baca
penelitian Hokky Situngkir & Yanu Endar Prasetyo). Pola penyebaran opini,
perilaku konsumen, dan lain-lain juga bisa menjadi basis awal dalam menyusun
pertanyaan penelitian yang tepat dan mengena.
Penentuan Agen & Lingkungan yang terlibat
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi
agen-agen yang akan dimasukkan ke dalam model. Mungkin saja agen-agen tersebut merupakan
sekumpulan entitas yang memiliki kesamaan tipe atau karakteristik (homogen). Sebaliknya, bisa jadi mereka terdiri
dari beragam tipe dan karakteristik (heterogen).
Pada proses ini, akan sangat membantu jika kita menyusun “tabel” dimana kita
bisa menjelaskan apa saja kemungkinan interaksi antara agen dan lingkungannya? Apa
saja kemungkinan yang berasal dari lingkungan (termasuk dari agen-agen lain)
terhadap si agen yang kita maksud. Lalu kita dapat tuliskan/jelaskan secara
lebih rinci pada kondisi seperti apa agen tersebut akan bereaksi terhadap
stimulus lingkungan tersebut? Serta, tindakan atau reaksi macam apa yang akan
dilakukan agen tersebut? Inilah yang disebut dengan fase menyusun aturan main
bagi para agen dalam model yang akan kita bangun (agent rules).
Perlu pula ditetapkan apakah agen-agen
ini berdiri pada konteks spasial tertentu atau mereka terhubung dalam jejaring
sosial atau ruang pengetahuan yang lebih abstrak sebagai basis lingkungannya.
Jika proses identifikasi dan karakterisasi ini telah tersusun dengan rapi, maka
peneliti dapat memulai pemrograman (program
code developing) untuk dijalankan sebagai perintah dalam permodelan yang
disusun.
Debugging/Verivikasi dan Penarikan Kesimpulan
Setelah model disusun selanjutnya
peneliti akan mulai melakukan proses yang cukup panjang dan biasa disebut
sebagai proses debugging atau bahasa lainnya adalah proses verivikasi. Setiap
model diperiksa dan disimulasikan melalui software modeling yang digunakan
untuk melihat sejauh mana setiap elemen dalam model tersebut berjalan sesuai
dengan instruksi yang diinginkan. Verivikasi ini berbeda dengan validasi (dimana
validasi lebih bertujuan untuk mengukur apakah model cukup bagus untuk
mensimulasikan keseluruhan fenomena yang dipelajari). Dalam Validasi (setelah
proses verivikasi), kita akan memerlukan analisis sensitifitas (sensitivity analysis)
untuk melihat apakah ketika parameter model diubah juga akan otomatis menghasilkan
perubahan kepada keluaran yang dihasilkan oleh model tersebut. Tingkat sensitifitas model tentu akan
menunjukkan kualitas dari model yang kita bangun.
Sebelum melakukan penarikan
kesimpulan, maka perlu dilakukan komparasi atau membandingkan hasil simulasi
dengan hasil penelitian (atau teori) di dunia nyata. Semakin hasil luaran simulasi
model ini mendekati dengan data-data empiris, maka semakin baik dan valid model
tersebut dalam menggambarkan fenome sosial dan pertanyaan penelitian yang dimaksud. Model tersebut juga dapat untuk digunakan menyusun skenario-skenario
lain yang mungkin tidak atau belum terjadi di dunia nyata. Skenario ini dimaksudkan
sebagai bahan pembelajaran atau bahkan bisa menjadi bahan melakukan prediksi-prediksi
di masa mendatang serta menemukan pola-pola keteraturan tertentu yang belum
diantisipasi saat ini.
No comments:
Post a Comment