01 April 2009

Tuhan, Penjaga Utuhnya Perkawinan?




Yanu Endar Prasetyo

Pertanyaan dasarnya adalah, mengapa ada perkawinan yang bisa langgeng sampai tua, namun ada pula perkawinan yang begitu mudahnya retak dan hancur di usia muda? Tentu saja jawabannya bisa beragam, sebab setiap pasangan memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda satu sama lain.

Namun, Nathaniel M. Lambert dan David C. Dollahite (2008) punya cara sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mereka pun akhirnya melakukan penelitian secara mendalam terhadap 57 pasangan suami istri. Kebetulan tempatnya di New England dan Northern California. Lambert dan Dollahite sengaja memilih pasangan-pasangan yang memiliki ketaatan beragama yang tinggi, yang mewakili penganut tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketaatan beragama tersebut diukur lewat frekuensi mengunjungi tempat ibadah, aktivitas keagamaan, dan besarnya dana pribadi yang disumbangkan untuk kegiatan agama.

Mereka berdua mencoba untuk menggali, sejauh mana peran dan pentingnya kehadiran Tuhan dalam perkawinan pasangan taat beribadah tersebut? Dengan kata lain, apakah kepercayaan terhadap Tuhan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan, membawa pengaruh bagi hubungan perkawinan mereka? Sejauh mana Tuhan hadir sebagai “pasangan/ pengikat” ketiga bagi mereka?

Penelitian ini mencoba melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan perkawinan. Penelitian dari para pendahulunya menemukan, bahwa ketaatan beragama yang tinggi, terbukti mampu mengurangi resiko perceraian. Dikatakan bahwa, Angka perceraian pasangan yang jarang mengikuti peribadatan secara rutin di tempat ibadah, lebih tinggi (60%) daripada pasangan yang rutin beribadahnya. Ada juga peneliti lain yang menemukan bahwa ketimpangan pemahaman keagamaan suami istri, berhubungan kuat dengan tingginya resiko munculnya kekerasan dalam rumah tangga. Menarik lagi, ternyata ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pasangan yang telah hidup bersama sebelum perkawinan, ternyata memiliki komitmen yang lebih rendah dan tingkat perceraian yang tinggi, dibandingkan dengan pasangan yang belum pernah hidup bersama sebelum menikah. Percaya tidak percaya, itulah hasil penelitian sebelumnya yang dikumpulkan oleh Lambert dan Dollahite.

Nah, karena penasaran dan mencoba mencari alasan lain, akhirnya mereka mencoba bertanya kepada pasangan-pasangan yang taat beragama itu, apakah tingkat ketaatan dan kepercayaan mereka terhadap Tuhan, memberikan pengaruh secara langung terhadap komitmen perkawinan mereka? Jika iya, sejauh apa dampaknya bagi ikatan perkawinan tersebut? Kemudian, setelah penelitian mereka selesai, mereka menemukan sekurang-kurangnya ada Sembilan poin penting, dampak yang dihasilkan oleh kehadiran Tuhan sebagai “pasangan ketiga” di dalam perkawinan.

Pertama, memasukkan Tuhan ke dalam perkawinan, ternyata mampu mempertinggi dan memantapkan komitmen perkawinan pasangan-pasangan tersebut.

Kedua, memposisikan Tuhan sebagai “partner” di dalam penikahan, menambah kekuatan pengikat bagi pasangan untuk tetap setia satu sama lain.

Ketiga, dengan mempercayai bahwa Tuhan ikut campur tangan dalam perkawinan, membuat setiap pasangan merasa bersalah jika sampai memutuskan ikatan suci mereka.

Keempat, Tuhan dianggap membantu melengkapi dan menjadi jaminan dalam hubungan mereka, sehingga mereka menjalani komitmen bersama itu dengan perasaan rela dan ikhlas.

Kelima, mereka menjadi percaya, bahwa perkawinan yang mereka jalani, akan tetap berlangsung, bahkan setelah keduanya meninggal dunia.

Keenam, percaya pada Tuhan, menimbulkan pemaknaan dan perasaan bahwa, menjalani hubungan perkawinan dalam jangka panjang adalah sebuah panggilan hidup yang kuat.

Ketujuh, Tuhan dianggap dapat melawan atau meredakan segala ketegangan/konflik diantara mereka.

Kedelapan, memasukkan Tuhan sebagai pasangan ketiga, meningkatkan keyakinan pasangan terhadap perkawinan sebagai suatu hubungan kekal yang tidak boleh dihancurkan.

Kesembilan, dengan merasakan kehadiran Tuhan, pasangan-pasangan itu merasa tetap mendapatkan dukungan, khususnya ketika mereka mengalami masa-masa sulit dalam perkawinan dan kehidupannya.

Mungkin Anda akan manggut-manggut, sebab Anda juga percaya pada Tuhan. Begitupun dengan Anda yang masih skeptis dengan dogma dan ajaran dari agama, pasti akan geleng-geleng tidak percaya. It doesn’t matter..

Setidaknya, penelitian Lambert dan Dollahite tersebut, semakin memperkuat kepercayaan para penganut agama di dunia, bahwa Tuhan adalah faktor yang penting di tengah perkawinan. Pemaknaan atas ridho atau dukungan Tuhan terhadap sebuah perkawinan, ternyata mampu menghasilkan cara pandang positif terhadap hubungan perkawinan itu. Sebab, ternyata bukan kesempurnaan pasangan yang diburu di dalam perkawinan, melainkan kesempurnaan hubungan yang dibangun bersama-sama, bila perlu dengan melibatkan Tuhan.

Akan tetapi, masih ada satu hal yang mengganjal dalam pikiran saya, bagaimana para penganut poligami, memaknai kehadiran Tuhan dalam keluarga mereka? Apakah Tuhan menjadi “partner” keeampat atau kelima ? atau bagaimana dengan mereka yang berada di luar tiga agama (Kristen, Yahudi, dan Islam) tersebut, memaknai hubungan perkawinan mereka??

Semoga menginspirasi Anda untuk mencari jawabannya...

1 comment:

  1. Sebuah riset penelitian yang bagus untuk di pahami...supaya setiap orang ( yg sudah menikah teentunya ) mengerti bahwa perceraian bukan merupakan kehendak Tuhan tp keinginan dr manusia itu sendiri untuk bercerai. Karena sekarang ini Tuhan di jadikan kambing hitam untuk sebuah perceraian yang terjadi....ketika perceraian terjadi dengan enaknya menjawab "ini kehendak Tuhan", ini mungkin jalan dari Tuhan dan bla...bla..bla...

    ReplyDelete