25 October 2010

Bisa karena Terbiasa


“Barangkali judul di atas terdengar klasik, namun coba kita renungkan sama-sama..”

Pertanyaan dasarnya adalah faktor apa sebenarnya yang membuat kita menjadi ahli dalam bidang tertentu? Apakah gelar pendidikan? Atau bakat alam ? atau “hanya” dari sebuah kebiasaan?
Saya cenderung percaya bahwa keahlian, secara esensial, cenderung terkait erat dengan kebiasaan daripada yang lain. Tingkat pendidikan semata tidak menjamin keahlian seseorang terasah dengan sempurna. Pendidikan, apalagi yang bersifat formal, hanyalah satu dari sekian banyak cara untuk mengasah keahlian. Khususnya dalam hal mempertajam teori sekaligus menarik benang merah dari berbagai pengalaman empirik orang lain. Tetapi untuk menjadi benar-benar bisa dan ahli, pendidikan saja tidak akan cukup, apalagi sekedar bakat. 

Bakat tertentu memang dimiliki oleh seseorang, yang menunjukkan perbedaan tingkat “potensi” seseorang itu dengan yang lain. Akan tetapi, ibarat tanaman, jika bakat itu tidak pernah disirami dan dipupuk, maka bakat bisa saja hanya tinggal kenangan masa lalu. Keahlian dan kebisaan yang bersumber dari bakat, tidak akan mampu berkembang dan bertahan lama tanpa adanya latihan yang terus menerus. Dengan kata lain, pendidikan dan bakat sekalipun tetap membutuhkan satu kata : pembiasaan.
Sedikit hal tentang kebiasaan dan pembiasaan itulah yang hari itu (Sabtu, 23 Oktober 2010) saya bagikan dengan temen-temen pelajar di SMAN I Subang, dalam lanjutan acara BloggerSubang Roadshow 2010. Saya meminta mereka untuk mengeluarkan secarik kertas dan meminta mereka untuk membuat tanda tangan sebanyak-banyaknya dalam waktu satu menit. Pada sesi pertama, mereka semua menggunakan tangan kanannya. Waahhh, banyak yang bangga karena mampu membuat tanda tangan hingga 33 buah. Lalu, satu menit yang kedua, saya meminta mereka untuk menggunakan tangan kirinya. Mereka kaget…(hehehe) dan setelah mencoba, yang terjadi adalah sebaliknya. Jumlah tanda tangan yang berhasil dibuat jauh merosot dari tanda tangan yang ditulis oleh tangan kanan mereka.
Kemudian, dua orang siswa berkomentar tentang hikmah dari permainan tersebut. Mereka akhirnya menemukan fakta bahwa selama ini telah berbuat “kurang adil” terhadap tangan kiri, karena hanya melatihnya untuk hal-hal jelek, seperti cebok, ngupil, dan lain sebagainya. Berbeda dengan tangan kanan yang bisa melakukan lebih banyak hal. Padahal, potensi awal dari tangan kanan dan kiri ini adalah : SAMA.
Jadi, proses pembiasaan pada tangan kanan dan tanga kiri selama  bertahun-tahun itu akhirnya membuahkan keterampilan dan keahlian yang berbeda satu sama lain. Pada titik inilah, kita semua sadar betapa kebiasaan menjadi faktor teramat penting yang membentuk diri kita sebenarnya, bukan? Oleh karena itu, jika hari ini diantara kita semua masih ada yang merasa belum bisa menguasai atau menjadi sesuatu, jangan khawatir, biasakanlah melakukan hal yang kita inginkan itu (walaupun awalnya berat) terus menerus disertai keyakinan bahwa kita juga mampu melakukannya. Pembiasaan itulah yang niscaya akan merubah kita menjadi seorang ahli yang sebenar-benarnya ahli… practice makes perfect !

2 comments:

  1. benar2 artikel yang 'moal gagal', mas..! :) ternyata kalau mau merenung sebentar, dari kedua tangan kita pun, tersirat satu pelajaran penuh makna. subhanallah. setelah baca ini, saya baru nyadar, kalau saya tidak tau apa-apa tentang diri saya sendiri.

    ReplyDelete
  2. nuhun mang deden...setiap selesai merenungkan sesuatu, rasanya seperti ada energi baru yang mengalir dan menyalakan semangat saya :)

    ReplyDelete