1 Agustus 2012
Dear Arafa
Nuhbahtra,
Seperti baru
kemarin melihatmu “terjun bebas” dari rahim bunda. Kulitmu yang merah,
tangisanmu yang memecah gelembung ketegangan menjadi rona kebahagiaan pada
setiap wajah orang di keluarga kita. Semua masih tergambar jelas. Benar-benar seperti
baru kemarin.
Bundamu saja masih serupa ketika pertama ayah meminangnya. Padahal
hampir 4 tahun sudah kami berdua bersama, dan tiga tahun sudah kita hidup
serumah bertiga.
Kehadiranmu
tiga tahun lalu memang bak gempa, khususnya dalam kehidupan ayah. Semua hal
berubah begitu cepat dan drastis. Khususnya dalam cara ayah memandang dunia. Ibarat
dalam sebuah nyenyak yang terbuai mimpi, kamu membangunkanku hingga tak sempat
tertidur lagi. Lebih gagah dari itu, kamu justru hadir bak “cermin hidup” bagi
ayah. Tidak saja kerumitan yang membahagiakan, kamu juga hadir memberi
pelajaran buat ayah. Pelajaran tentang kehidupan.
Ketika kamu
marah, gaya dan perilakumu sungguh tak asing. Itu aku.
Ketika kamu
merengek, merajuk meminta sesuatu, kamu selalu bisa membuat ayah marah. Aku
memarahimu, tak jarang mencubit dan menabok pantatmu. Tapi bukannya kamu takut,
justru kamu balik memarahiku. Apa-apaan ini? tanyaku pada diriku sendiri.
Kamu yang haus
perhatian, selalu sukses mencuri perhatian orang-orang disekelilingmu. Dan kamu
paling cepat belajar untuk urusan yang satu itu. Tak pernah kehabisan akal.
Tidak mau
diatur. Sepertinya sifat itu juga tidak asing bagiku. Dan mungkin kelak bagimu.
Hanya soal
warna kulit, wajahmu dan wadag fisikmu, sepertinya itu 90% duplikat bundamu. Aku
mensyukuri itu, sangat-sangat mensyukuri itu (jangan tertawa kau, Nak!)
Tak akan
habis daftar untuk mengungkapkan kejengkelan, kekaguman, kebahagiaan, dan rasa
bersalah ayah kepadamu, jagoan. Jauh dari sempurna aku berperan menjadi ayahmu.
Ayah janji, akan berusaha menjadi teman yang lebih baik lagi bagimu, dan juga
adikmu kelak.
Tapi, terkadang
ayah takut, kita tidak punya waktu lebih lama untuk bersua, berantem, bercanda dan
berbagi. Ayah takut, ada hal lain yang selalu masuk daftar prioritas diatas
nomor urutmu. Tapi tentu itu bukan keinginan ayah. Semoga ayah selalu diberi
kekuatan untuk menomorsatukan dirimu dan keluarga kecil kita ini. Meskipun pada
waktunya nanti, Engkau pasti paham bahwa hal terpenting dalam hidup ini adalah
mengetahui dan menentukan tujuanmu sendiri.
Sekuat tenaga,
ayah – dan sudah pasti bunda – akan berusaha menjadi orang pertama dan terakhir
yang selalu mendukungmu meraih tujuan-tujuan hidupmu.
Selamat berulang
tahun.
Dari Ayah
Yanu Endar Prasetyo
No comments:
Post a Comment