25 December 2012

Menulislah Dengan Cinta!


Menulislah Dengan Cinta!

“tidak ada cara yang baku dalam menulis dan menghasilkan karya, tapi setidaknya lakukanlah dengan sepenuh hati, menulislah dengan cinta”
(Hermawan Aksan)

Itulah barangkali benang merah hasil diskusi Obrolan Penulis Subang kemarin (Senin, 24/12/12) di RM. Bale Desa Kabupaten Subang. Acara diskusi bulanan yang digagas dan diselenggarakan oleh Penerbit Tiga maha tersebut menghadirkan salah satu penulis serba bisa dari Bandung, Hermawan Aksan. Selain sibuk menjadi salah satu redaktur di Harian Tribun Jabar, Hermawan Aksan juga sangat produktif dalam menulis, baik berupa cerpen, carpon (cerita pendek berbahasa Sunda), novel, non fiksi, maupun menjadi editor dan penyunting naskah buku-buku bestseller lainnya. Tentu menjadi kesempatan yang langka bagi teman-teman penulis di Subang untuk bisa bersua dengan sang penulis.


Dari hitungan saya, sekitar 24 orang peserta yang hadir dalam acara ini. Tua dan muda. Laki-laki dan perempuan. Salah satu yang menarik adalah hadirnya penulis cilik kita, jessica martiana (12 tahun), yang sengaja diantar oleh mamanya untuk menghadiri diskusi ini. Saya sendiri sudah membaca beberapa cerpen (yang belum dibukukan) karya jessica, menurut saya jika mau terus berlatih dia akan bisa jadi penulis yang luar biasa. Imajinatif, itulah ciri khas cerpen jessica. Selain jessica, hadir juga satu keluarga lengkap dari Subang Utara, tepatnya Pusakanegara. Mereka adalah keluarga besar bapak Tarjoni, salah seorang guru di Madrasah Ibtidaiyah di Subang. Sebagian besar peserta lainnya adalah teman-teman mahasiswa dari universitas Subang (Unsub), HMI, beberapa jurnalis dan tentu saja beberapa anggota dari Komunitas Blogger Subang (KBS).

Diskusi dibuka dengan paparan “riwayat” kepenulisan Hermawan Aksan. Siapa yang menyangka bahwa ternyata menjadi penulis bukanlah mimpinya dari kecil. Bahkan sama sekali tidak terbayang olehnya. Meskipun demikian, kebiasaan membaca yang dimilikinya memang sudah terasah sejak kecil, dimana orang tuanya sering membawa surat kabar dan majalah masa itu ke rumah. Hermawan kecil pun melahap semua bahan bacaan itu. Saat beranjak remaja, minat studinya pun cukup “tidak biasa”, ia memilih jurusan astronomi ITB sebagai pelabuhan “sementara”nya. Di sela-sela kuliah, ia banyak menghabiskan waktu di perpustakaan membaca berbagai buku, termasuk karya sastra. Ia bisa berada di perpustakaan dari buka sampai tutup. Bahkan sering menamatkan satu buku beberapa kali. Kutu buku.

Karir menulisnya ternyata cukup panjang dan berliku. Sama seperti kita penulis pemula lainnya, beberapa karyanya juga sering ditolak oleh media. Namun dengan tetap semangat, pada akhirnya karya cerpen maupun cerponnya bisa diterima oleh media dan bahkan menjuarai beberapa sayembara penulisan. Kecuali puisi, Hermawan mengaku “menyerah” menulis puisi, akibat dari puisinya yang selalu gagal dimuat. Setelah cukup lama bergelut dengan cerpen, Hermawan Aksan pun menelorkan novel pertamanya, “Dyah Pitaloka : Senja Di Langit Majapahit”. Disusul novel-novel dan kumcer berikutnya. Sejak saat itu, panggilan untuk menjadi editor dan proof reader dari berbagai penerbit dan penulis tidak pernah berhenti sampai sekarang, salah satu pelanggannya adalah  penulis wanita ternama, Dewi Lestari (Dee). Sangking banyaknya tawaran, “bahkan saya sempat menolak beberapa tawaran” tuturnya. Curriculum Vitae yang cukup lengkap tentang karya-karya Hermawan Aksan dapat dilihat disini.

Ketika diskusi dimulai, peserta antusias bergiliran bertanya atau sekedar sharing. Terhitung ada lima kali termin tanya jawab yang saya buka. Setiap termin ada tiga atau empat penanya. Sebagian besar pertanyaan seputar bagaimana tips dan trik dalam menulis? Bagaimana agar dimuat media? Bagaimana mencari judul yang baik? Bagaimana mengatasi kendala menulis (mentok) dan lain sebagainya. Dengan sabar dan santai Hermawan menjawab satu persatu pertanyaan peserta. Sesekali setiap selesai menjawab Ia akan bertanya pada si penanya, “kira-kira sudah menjawab belum ya?”. Pembawaan Hermawan Aksan yang tenang, kalem, dan terus menebar senyum nampaknya mampu membawa forum diskusi ini berjalan hangat.

Sampai pada sesi makan siang bersama, peserta masih nampak antusias. Makin menyenangkan ketika datang sekardus rambutan yang dibawa oleh kawan Didi Sopyan dari kampung Cipacar. Berikut Brownies Amerta yang dibawa oleh Sally “Esage” juga hampir tak bersisa (untung masih ada beberapa potong untuk saya bawa pulang hehe). Di akhir acara, semua peserta sepakat agar diskusi ini bisa dijalankan secara rutin, bulanan. Tentu saja tidak melulu di rumah makan, tetapi di tempat yang variatif dengan pembicara-pembicara yang semakin mantab. Semoga saja, karena tujuan kami mengadakan kegiatan ini adalah untuk membangun budaya menulis dan berdiskusi plus bonus agar kita semua panjang umur karena rajin menulis dan bersilaturahmi. 

"penulis itu (memang) seksi"

Salam kata.
YEP

2 comments:

  1. Postingan tentang menulislah dengan cinta... sangat menarik untuk dibaca saya suka mengunjungi blog ini

    ReplyDelete
  2. Ah, sayang saya tak hadir waktu itu.

    Penulis (blog) memang seksi mas. :D

    ReplyDelete