Muhammad Baidowi
Anisa Kartika
Anisa Pratiwi
Erlin Riska Windu
Santi Puspita Sari
Budiana Yusuf
Dyah R. Sugiyanto
Anisa Pratiwi
Erlin Riska Windu
Santi Puspita Sari
Budiana Yusuf
Dyah R. Sugiyanto
Dokumentasi dan Catatan tim Sobat Budaya Subang terhadap Prosesi Utama Upacara Ruat Laut KUD Mina Fajar Sidik ke 47, Desa Blanakan, Kec. Blanakan, Kabupaten Subang-Jawa Barat (25-26 Oktober 2014)
Pembuatan
Dongdang :
Dongdang merupakan perahu kecil yang
dihias dan diisi dengan berbagai sesaji (termasuk di dalamnya kepala kerbau
yang telah disembelih pada hari sebelumnya) yang akan dilepaskan (dilarung) ke
laut pada proses ruat laut. Keberadaan dongdang ini menjadi sangat penting dan
bahkan merupakan bagian utama dari keseluruhan upacara ruat laut di kecamatan
Blanakan, Kabupaten Subang. Dongdang ini disiapkan oleh KUD Mina Fajar Sidik
selaku penyelenggara kegiatan Ruat Laut. Selain diisi sesaji dan kepala kerbau,
tampak dalam hiasan dongdang adalah beraneka warna kertas yang berwarna cerah
dan bendera merah putih yang terbuat dari plastik
Penyiapan Sesajen :
Sesajen ruat laut terdiri dari ayam
ingkung/bekakak, kelapa, pisang, makanan tradisional, bunga-bunga, kemenyan dan
ditambahkan beberapa botol minuman yang sering dibawa oleh nelayan ketika
melaut.
Menghias Kapal Dengan
Aneka Hasil Bumi :
Selain membuat dan menghias Dongdang,
seluruh nalayan di Desa Blanakan dan sekitarnya juga menghias kapal-kapal
mereka. Kapal-kapal ini akan mengiringi pelepasan Dongdang ke tengah laut
keesokan harinya. Selain hiasan dengan janur, spanduk, bendera dan cat
warna-warni yang mencolok, para nelayan juga menggantungkan hasil bumi lainnya
seperti buah-buahan (pisang, nanas, jeruk) minuman bersoda, air mineral dan
makanan ringan lainnya. Hasil bumi yang digantung-gantung tersebut nantinya
sebagian akan ikut dibuat ke dalam laut dan sebagian akan dimakan/diminum oleh warga
yang turut mengantarkan di atas kapal.
Baritan atau Hajat Babarit :
Seluruh pengurus dan anggota KUD Mina Fajar Sidik
berkumpul bersama untuk memanjatkan niat, mendengarkan tausyiah, bersholawat
dan memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh Kiai atau tokoh agama setempat.
Posisi hajat baritan ini melingkar dan berhadap-hadapan antara tokoh
masyarakat, pengurus KUD dengan anggota atau nelayan warga Blanakan pada
umumnya. Ditengah-tengah lingkaran itu adalah makanan/berkat dan air/minuman
yang dibawa oleh para peserta. Keunikan lainnya adalah penggunaan bahasa Jawa
sebagai pengantar dalam proses Baritan ini. Hal ini bukan sesuatu yang aneh
dikarenakan memang sebagian besar warga di Blanakan ini memang merupakan
pendatang dari timur, seperti Tegal, Cirebon dan Indramayu yang memiliki bahasa
keseharian Jawareh (Jawa Sawareh atau
Separuh Jawa dan separuh Sunda).
Pembagian Berkat Baritan
Setelah Baritan selesai, iir yang dibawa tersebut
dibawa pulang kembali oleh para peserta sedangkan berkat (yang berisi nasi dan
lauk-pauk) separuh dibawa pulang dan separuhnya lagi dimasukkan ke dalam satu
wadah untuk ikut dilarung keesokan harinya. Air yang dibawa pulang dipercaya
bisa membawa berkah bagi yang meminumnya
Pagelaran Wayang Kulit :
Malam hari sebelum hari-H pelepasan
Dongdang ke Laut, terlebih dahulu diadakan pagelaran Wayang Kulit semalam
suntuk. Wayang kulit ini dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai dengan pagi hari. Meskipun
disominasi oleh penonton berusia tua, penonton dalam pagelaran wayang kulit ini
sangat ramai karena ada pasar malam yang juga digelar di sekitar lokasi ruat
laut yaitu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Disamping itu banyak sekali
pemuda-pemudi yang menghabiskan malam mingggunya di lokasi Ruat Laut ini hingga
dini hari. Sayangnya, selalu saja terjadi perkelahian atau tindakan kurang baik
lainnya yang menyertai kegiatan hiburan pada malam hari ini. Oleh karena itu,
pengamanan dalam acara Ruat Laut ini cukup besar dan melibatkan pihak
kepolisian serta LSM atau Ormas Kepemudiaan lainnya, termasuk pramuka.
Ritual Adat Sebelum Pelepasan:
Sebelum Dongdang dibawa ke atas
perahu untuk dilepaskan di tengah laut lepas terlebih dahulu pemimpin adat
setempat memimpin ritual secara adat dengan membakar kemenyan dan
mantra-mantra. Beberapa lelaki dengan berseragam ditugaskan secara khusus untuk
mengawal dongdang hingga ke atas perahu dan melakukan pelepasan di tengah laut.
“Pasukan Laut” : Membelah
Muara Menuju Laut Lepas
Rombongan Ratusan kapal besar dan
kecil mengikuti kapal utama yang berisi Dongdang menuju laut lepas. Para
Undangan, nelayan, dan warga umum lainnya ikut naik ke kapal dan mengikuti
arak-arakan hingga ke titik lokasi dimana Dongdang akan dilepaskan hingga tenggelam.
Ritual Adat di Atas Kapal :
Sepanjang perjalanan ke tengah laut
yang kurang lebih selama 30 menit, tokoh Adat melakukan ritual dan pembacaan doa
dan mantra-mantra di atas kapal utama sebagai cara untuk memohon kelimpahan
hasil laut di musim mendatang dan rasa syukur atas apa yang selama ini telah
diperoleh. Selain itu prosesi ini juga untuk menghormati “penguasa lautan” yang
dipercayai keberadaannya secara turun-menurun. Prosesi ini berlangsung hingga
sampai pada titik dimana Dongdang akan dilepaskan.
Pelepasan (larung) Dongdang ke laut
lepas disaksikan oleh kapal-kapal pengiring lainnya
Kembali ke Dermaga :
Ketika Dongdang dilepaskan ke tengah
laut dan ditenggelamkan, tidak semua kapal dapat menyaksikan. Kapal yang
pertama datang akan memutar arah kembali ke Dermaga dan kapal dibelakangnya
akan terus mengikuti sampai dengan selesai. Lalu lintas yang demikian padat dan
dua arah ini seringkali menyebabkan terjadinya kecelakaan kecil seperti tabrakan
atau benturan antar kapal bahkan ada yang menabrak mangrove karena terlalu ke
pinggir. Namun demikian, suasana kegembiraan pesta lebih mendominasi sehingga kecelakaan
ringan tersebut justru dianggap sebagai hal lucu (tontotan) bagi para peserta.
No comments:
Post a Comment