27 October 2014

RUAT LAUT : PESTA PARA NELAYAN BLANAKAN



Oleh :  
Yanu Endar Prasetyo
Muhammad Baidowi
Anisa Kartika
Anisa Pratiwi
Erlin Riska Windu
Santi Puspita Sari
Budiana Yusuf
Dyah R. Sugiyanto


Dokumentasi dan Catatan tim Sobat Budaya Subang terhadap Prosesi Utama Upacara Ruat Laut KUD Mina Fajar Sidik ke 47, Desa Blanakan, Kec. Blanakan, Kabupaten Subang-Jawa Barat (25-26 Oktober 2014)


Pembuatan Dongdang :
Dongdang merupakan perahu kecil yang dihias dan diisi dengan berbagai sesaji (termasuk di dalamnya kepala kerbau yang telah disembelih pada hari sebelumnya) yang akan dilepaskan (dilarung) ke laut pada proses ruat laut. Keberadaan dongdang ini menjadi sangat penting dan bahkan merupakan bagian utama dari keseluruhan upacara ruat laut di kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Dongdang ini disiapkan oleh KUD Mina Fajar Sidik selaku penyelenggara kegiatan Ruat Laut. Selain diisi sesaji dan kepala kerbau, tampak dalam hiasan dongdang adalah beraneka warna kertas yang berwarna cerah dan bendera merah putih yang terbuat dari plastik



Penyiapan Sesajen : 
Sesajen ruat laut terdiri dari ayam ingkung/bekakak, kelapa, pisang, makanan tradisional, bunga-bunga, kemenyan dan ditambahkan beberapa botol minuman yang sering dibawa oleh nelayan ketika melaut.

Menghias Kapal Dengan Aneka Hasil Bumi :
Selain membuat dan menghias Dongdang, seluruh nalayan di Desa Blanakan dan sekitarnya juga menghias kapal-kapal mereka. Kapal-kapal ini akan mengiringi pelepasan Dongdang ke tengah laut keesokan harinya. Selain hiasan dengan janur, spanduk, bendera dan cat warna-warni yang mencolok, para nelayan juga menggantungkan hasil bumi lainnya seperti buah-buahan (pisang, nanas, jeruk) minuman bersoda, air mineral dan makanan ringan lainnya. Hasil bumi yang digantung-gantung tersebut nantinya sebagian akan ikut dibuat ke dalam laut dan sebagian akan dimakan/diminum oleh warga yang turut mengantarkan di atas kapal. 

Baritan atau Hajat Babarit :
Seluruh pengurus dan anggota KUD Mina Fajar Sidik berkumpul bersama untuk memanjatkan niat, mendengarkan tausyiah, bersholawat dan memanjatkan doa bersama yang dipimpin oleh Kiai atau tokoh agama setempat. Posisi hajat baritan ini melingkar dan berhadap-hadapan antara tokoh masyarakat, pengurus KUD dengan anggota atau nelayan warga Blanakan pada umumnya. Ditengah-tengah lingkaran itu adalah makanan/berkat dan air/minuman yang dibawa oleh para peserta. Keunikan lainnya adalah penggunaan bahasa Jawa sebagai pengantar dalam proses Baritan ini. Hal ini bukan sesuatu yang aneh dikarenakan memang sebagian besar warga di Blanakan ini memang merupakan pendatang dari timur, seperti Tegal, Cirebon dan Indramayu yang memiliki bahasa keseharian Jawareh (Jawa Sawareh atau Separuh Jawa dan separuh Sunda).
Pembagian Berkat Baritan 
Setelah Baritan selesai, iir yang dibawa tersebut dibawa pulang kembali oleh para peserta sedangkan berkat (yang berisi nasi dan lauk-pauk) separuh dibawa pulang dan separuhnya lagi dimasukkan ke dalam satu wadah untuk ikut dilarung keesokan harinya. Air yang dibawa pulang dipercaya bisa membawa berkah bagi yang meminumnya





Pagelaran Wayang Kulit :
Malam hari sebelum hari-H pelepasan Dongdang ke Laut, terlebih dahulu diadakan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk. Wayang kulit ini dimulai dari pukul 20.00 WIB sampai dengan pagi hari. Meskipun disominasi oleh penonton berusia tua, penonton dalam pagelaran wayang kulit ini sangat ramai karena ada pasar malam yang juga digelar di sekitar lokasi ruat laut yaitu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Disamping itu banyak sekali pemuda-pemudi yang menghabiskan malam mingggunya di lokasi Ruat Laut ini hingga dini hari. Sayangnya, selalu saja terjadi perkelahian atau tindakan kurang baik lainnya yang menyertai kegiatan hiburan pada malam hari ini. Oleh karena itu, pengamanan dalam acara Ruat Laut ini cukup besar dan melibatkan pihak kepolisian serta LSM atau Ormas Kepemudiaan lainnya, termasuk pramuka.

Ritual Adat Sebelum Pelepasan:
Sebelum Dongdang dibawa ke atas perahu untuk dilepaskan di tengah laut lepas terlebih dahulu pemimpin adat setempat memimpin ritual secara adat dengan membakar kemenyan dan mantra-mantra. Beberapa lelaki dengan berseragam ditugaskan secara khusus untuk mengawal dongdang hingga ke atas perahu dan melakukan pelepasan di tengah laut.
“Pasukan Laut” : Membelah Muara Menuju Laut Lepas
Rombongan Ratusan kapal besar dan kecil mengikuti kapal utama yang berisi Dongdang menuju laut lepas. Para Undangan, nelayan, dan warga umum lainnya ikut naik ke kapal dan mengikuti arak-arakan hingga ke titik lokasi dimana Dongdang akan dilepaskan hingga tenggelam.

Ritual Adat di Atas Kapal :
Sepanjang perjalanan ke tengah laut yang kurang lebih selama 30 menit, tokoh Adat melakukan ritual dan pembacaan doa dan mantra-mantra di atas kapal utama sebagai cara untuk memohon kelimpahan hasil laut di musim mendatang dan rasa syukur atas apa yang selama ini telah diperoleh. Selain itu prosesi ini juga untuk menghormati “penguasa lautan” yang dipercayai keberadaannya secara turun-menurun. Prosesi ini berlangsung hingga sampai pada titik dimana Dongdang akan dilepaskan. 
Pelepasan (larung) Dongdang ke laut lepas disaksikan oleh kapal-kapal pengiring lainnya 


Kembali ke Dermaga :
Ketika Dongdang dilepaskan ke tengah laut dan ditenggelamkan, tidak semua kapal dapat menyaksikan. Kapal yang pertama datang akan memutar arah kembali ke Dermaga dan kapal dibelakangnya akan terus mengikuti sampai dengan selesai. Lalu lintas yang demikian padat dan dua arah ini seringkali menyebabkan terjadinya kecelakaan kecil seperti tabrakan atau benturan antar kapal bahkan ada yang menabrak mangrove karena terlalu ke pinggir. Namun demikian, suasana kegembiraan pesta lebih mendominasi sehingga kecelakaan ringan tersebut justru dianggap sebagai hal lucu (tontotan) bagi para peserta.

No comments:

Post a Comment