19 July 2015

Mudik 2015 : Ini Ceritaku, Mana Ceritamu? (Bag 3)



Udara segar menyapa sepanjang Ungaran-Salatiga. Bukan hanya udara yang segar, tapi juga ribuan pekerja atau buruh pabrik yang pagi itu masih masuk kerja memadati jalan sepanjang Ungaran. Mayoritas buruh perempuan. Kondisi jalan terhambat karena setiap seratus meter ada rombongan buruh yang menyeberang jalan, angkutan yang menurunkan penumpang dan ribuan sepeda motor yang mencoba menerobos hiruk pikuk pagi itu. Sempat terlihat di kanan kiri jalan beberapa plang perusahaan ternama, seperti coca cola. Aneka warna seragam buruh pabrik juga mendominasi jalanan pagi itu. Terbayang, mungkin tak sampai lima tahun lagi, pemandangan seperti ini akan memenuhi pagi di wilayah Subang tercinta.

Lepas dari Ungaran, kami memasuki Salatiga. Jalanan lebar-lebar itu nampak lengang. Sempat teringat pesan Didi untuk memperpendek waktu, lewat saja jalan alternatif menuju sragen via tingkir. Tidak perlu masuk kota boyolali dan Solo karena terlalu jauh memutar. Setelah sempat galau mau lewat mana, akhirnya saya putuskan mengikuti saran didi saja. Alasan penguatnya karena siapa tahu bisa mampir sekalian ke museum purbakala Sangiran. Seingat saya memang jalur itu sesuai dengan rute Sangiran. Benar saja, sekitar satu setengah jam menyusuri jalan, akhirnya sampai juga di perempatan Gemolong. Turun dan bertanya sebentar kepada penduduk sekitar kemana arah Sangiran dan berapa jauh? Dekat! Asyiik...ternyata tidak terlalu jauh, hanya skeitar 5-7 km saja dari perempatan Gemolong. Sekitar jam 9 pagi waktu itu, akhirnya saya bawa rombongan keluarga ke sana, itung-itung menambah wawasan mertua yang seorang guru IPS dan tentu saja untuk menambah pengalaman Arafa dan Afira wisata ke museum. Mau tau bagaimana suasana sangiran? Ini nih foto-foto selama kami disana...cekidot! 






Selepas hampir tiga jam berkunjung ke Sangiran, perjalanan kembali kami lanjutkan menuju ke arah timur. Kota berikutnya adalah Ngawi. Lega rasanya sudah menemukan gapura perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rasanya sudah tinggal beberapa jam lagi akan sampai ke kampung halaman. Sialnya, rasa kantuk justru semakin menjadi. Siang yang terik, puasa yang masih dilanjut, makin menebalkan keinginan untuk sering-sering beristirahat karena mengantuk. Sebelum perbatasan tadi sudah sempat istirahat sholat dhuhur di masjid Sragen. Selepas Ngawi, baru masuk Saradan, kami pun berhenti lagi di posko yang cukup luas di hutan Saradan. Posko mudik milik kepolisian. Sayang baru dibangun, jadi masih belemu begitu lengkap fasilitas disana. 

Sekitar 30 menit istirahat, perjalanan kami lanjutakan kembali. Kali ini menatap Kabupaten Nganjuk. Tidak seperti biasanya yang selalu lewat jalur alternatif, kali ini kami lewat tengah kota Nganjuk menuju Kediri karena jauh lebih dekat dan cepat. Benar saja, tepat sebelum maghrib kami sudah tiba di Kota Kediri. Sedikit berputar dan salah arah di kota Kediri, akhirnya kami putuskan untuk berhenti di tepi jalan untuk berbuka puasa karena adzan sudah memanggil. Es kelapa yang sempat dibeli sebelum maghrib tadi pun kami santap. Lalu nongkrong di warung angkringan yang masih komplit. Makan hik ala kediri sepuasnya. Ada sate ayam, sate bekicot, sate telur puyuh, nasi hik teri dan sambel ijo, tahu-tempe bacem plus minum teh manis hangat. Sudah seperti suasana di Solo atau Yogya.

Setelah kenyang, perjalanan kami lanjut. Setengah ngebut karena tinggal satu jam lagi akan sampai Blitar. Alhamdulillah, sekitar pukul 20 malam, akhirnya tiba di rumah Orang Tua yang sudah menunggu kehadiran kami sedari pagi. Plong rasanya selamat sampai tujuan tak kurang satu apa pun :)



No comments:

Post a Comment