Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah perjalanan fisik dan mental yang bersejarah. Tentu saja bersejarah buat saya pribadi. Namun demikian, sesuatu yang bersejarah buat pribadi ini semoga bisa juga menjadi pelajaran bagi siapa pun yang membacanya. Bersejarah karena ini perjalanan paling jauh yang pernah saya tempuh. Perjalanan terjauh sebelumnya adalah ke India (baca di sini). Rekor itu kini telah terpecahkan. Kali ini saya melakukan perjalanan hingga ke benua lain, Amerika. Ya, lebih dari 30 jam waktu yang dihabiskan untuk terbang dan transit di beberapa tempat. Banyak kejadian lucu dan konyol sepanjang perjalanan panjang ini. Bukan hanya lucu, sejujurnya ini adalah perjalanan paling mengharukan dan menguras emosi serta air mata yang pernah saya alami dalam hidup. Serius!
Dari Subang
Pukul 11 malam kami berangkat dari Subang. Tiba di Bandara Soekarno Hatta sekitar jam 2 pagi dengan sekali beristirahat di rest area. Dua mobil mengiringi perjalanan ini, satu mobil carry milik Asolmania (sebutan gaul bapak mertua saya) dan satu lagi mobil yang dikendarai oleh adik ipar saya, Om Kibo nama kerennya. Setibanya di Bandara, kami sekeluarga menunggu sekitar dua jam di terminal 2. Karena tidak banyak tersedia tempat tidur dan masih ngantuk berat, keluarga pun dengan santai tidur di lantai beramai-ramai. Tidak perlu canggung, karena memang demikian kalau kita menunggu di bandara.
Sejujurnya, perjalanan ini sudah dinanti-nanti sejak lama. Diperjuangkan dengan penuh keringat dan doa. Namun, manakala hari yang dinanti tiba, justru air mata bercucuran dengan perasaan campur aduk tak karuan. Dengan diantar oleh keluarga lengkap - mereka adalah orang-orang paling penting dalam hidup saya - tak kuasa diri ini menahan air mata perpisahan. Empat atau lima tahun yang biasanya tidak terasa atau tak pernah dihitung, tetiba menjadi waktu yang bakal terasa sangat lama. Saya peluk satu persatu, mulai dari Bapak, Ibu, Istri, Anak-Anak, Mamah, Bapak Mertua, Adik-Adik dengan tak satu pun yang tidak membuat saya menangis. Setegar apa pun kita berusaha, toh perasaan tidak ingin terpisah jauh itu pun tiba dengan sendirinya. Tak bisa dibohongi.
Sejujurnya, perjalanan ini sudah dinanti-nanti sejak lama. Diperjuangkan dengan penuh keringat dan doa. Namun, manakala hari yang dinanti tiba, justru air mata bercucuran dengan perasaan campur aduk tak karuan. Dengan diantar oleh keluarga lengkap - mereka adalah orang-orang paling penting dalam hidup saya - tak kuasa diri ini menahan air mata perpisahan. Empat atau lima tahun yang biasanya tidak terasa atau tak pernah dihitung, tetiba menjadi waktu yang bakal terasa sangat lama. Saya peluk satu persatu, mulai dari Bapak, Ibu, Istri, Anak-Anak, Mamah, Bapak Mertua, Adik-Adik dengan tak satu pun yang tidak membuat saya menangis. Setegar apa pun kita berusaha, toh perasaan tidak ingin terpisah jauh itu pun tiba dengan sendirinya. Tak bisa dibohongi.
Menjelang subuh sekitar jam 4 pagi, selepas berpelukan dengan derai air mata haru, saya pun memutuskan untuk segera check in. Sempat-sempatnya juga moment ini diabadikan dengan foto dan video oleh bapak mertua. Masih terngiang ucapan anak sulung saya, Arafa, yang lirih bilang "ayah jangan pergi". Juga lambaian dan raut muka sedih dari putriku tercinta, Afira Amartatya. Tapi saya kuatkan dalam hati, bahwa ini hanya sementara. Perjalanan dan perjuangan ini adalah untuk mereka. Dan, saya pastikan dalam hati, "kita akan segera berkumpul kembali".
Masuklah saya ke bandara dengan tetap berlinang air mata. sumpah, ini pertama kalinya dan saya tak ingin mengulanginya lagi.
Transit di Narita
Sekitar pukul lima pagi, setelah check in, memasukkan dua koper besar ke dalam bagasi, lalu mendapat tiket hasil menukar e-ticket di counter maskapai ANA, saya menuju ruang tunggu. Tak berapa lama menunggu, sekitar setengah jam, akhirnya saya bisa masuk ke dalam pesawat. Menaruh tas ransel sebagai bawaan kabin saya tepat di deretan kursi yang tertera dalam tiket. Ada pemandangan berbeda dari pesawat yang saya tumpangi kali ini. Jumlah kursinya ada sembilan buah dalam setiap baris. Artinya, ada tiga kursi di kanan, di tengah dan di kiri. Saya kebagian di kolom tengah dengan kursi juga tepat di tengah. Cukup nyaman dan lega. Layar video adalah hal pertama yang saya sentuh. Komplit. Ada film, musik, acara komedi, peta navigasi dan lain-lain. Alhamdulillah, nampaknya perjalanan ini tidak akan terlalu membosankan dengan banyaknya hiburan yang tersedia.
Destinasi pertama sebelum ke Chicago adalah ke Tokyo, bandara Narita. Setelah terbang beberapa jam dan saya melahap beberapa judul fiilm, akhirnya sampai juga di narita. Di bandara ini saya tidak perlu mengambil koper dan hanya lapor kepada imigrasi untuk transit menuju penerbangan selanjutnya. Tidak banyak pemeriksaan, hanya satu kali saja pemeriksaan sebelum masuk ke pesawat United Airlines (UA) yang akan membawa saya ke Chicago. Pemandangan di Narita yang bisa saya ceritakan adalah keramaiannya. ya, nampaknya bandara ini super sibuk jadi ramai sekali. Tetapi kita tidak akan dibuat bingung, sebab hampir semua tulisan atau keterangan ada bahasa inggrisnya sebagai pendamping tulisan jepang. Coba kalau tidak ada, bisa kesasar-sasar saya.
Sekitar satu jam waktu transit dan menunggu pesawat disini. Cuaca di luar nampak cerah. Perasaan yang tadi galau dan tersedu-sedu perlahan mulai bisa dikendalikan. Mulai menikmati perjalanan dan pemandangan baru di sekitar. Saya lihat di ruang tunggu sudah antri beragam manusia dari berbagai belahan dunia. Ada juga beberapa pria rombongan dari Indonesia yang satu pesawat lagi dengan Saya. Namun, belum sempat saya menyapa mereka, kami sudah diminta masuk ke dalam pesawat selanjutnya menuju Chicago. Oh ya, hampir lupa, pengalaman menarik ketika tadi naik pesawat dari Jakarta menuju Narita adalah saya diberikan makanan khusus muslim (halal). Pada saat asyik duduk dan jam pemberian makan tiba, tiba-tiba seorang pramugari mendekat dan menanyakan sesuatu yang kurang jelas saya dengar. Setelah dia ulangi, ternyata dia nanya apakah anda penumpang dengan special meals? saya jawab, oh iya benar. Kemudian dia mendekat dan menempelkan stiker warna biru di atas kursi duduk saya. Oh, ternyata dia menandai. Ketika teman pramugari berikutnya datang, dia memberikan menu khusus muslim yang telah dipesan sejak membeli tiket. Syukur Alhamdulillah...menjadi pengalaman ketika ke luar negeri sebaiknya meminta pesanan makanan halal kepada travel agent kita agar kita tenang sepanjang perjalanan.
Bukan hanya ketika di maskapai ANA, di maskapai AU pun saya mendapatkan special menu tersebut, Hampir tiga kali diberi makan dan snack, semuanya ada label halal. Menu kita sebagai muslim akan berbeda dengan penumpang lain yang tidak memesan menu halal. Saya terbayang jika travel agent tidak memesankan menu makanan ini saya akan kelaparan dalam penerbangan panjang ini. Perjalanan dari Narita ke Chicago lebih panjang daripada dari Jakarta ke Narita. Sempat tidur untuk satu atau dua jam. Banyak penumpang tiba-tiba berdiri tanpa alasan. ternyata mereka meregangkan otot-oto karena kelamaan duduk. Ada juga yang bolak balik toilet karena kedinginan. Saya juga akhirnya turut serta "menabung" di toilet pesawat. Mungkin kebanyakan makan dan minum orange juice. Perut pun terasa kurang enak dan tanda-tanda mencret mulai keluar. Duh, Gustiii...kenapa sekarang.
Toilet oh toilet
Dua kali nabung di toilet pesawat. Dan, kali keduanya cukup memalukan sekaligus heroik. Betapa tidak, perut terasa mules sekali manaka pesawat akan landing! OMG, semua penumpang harus duduk dengan sabuk pengaman masing-masing. Tidak ada yang boleh ke toilet. Tapi perut saya rasanya tidak mau kompromi. Daripada keluar disini dan bikin heboh, saya beranikan lepas sabuk pengaman dan ke belakang. Ada seorang pramugara disana yang duduk di sebrang toilet. "Excuse me Sir, I wanna go to toilet please", pinta saya. "Oh No, I am Sorry, You can not!". Akhirnya saya balik kanan duduk lagi. Malas berdebat. Selang 5 menit, sambil menahan mules yang sudah diujung tanduk, akhirnya pesawat landing juga. Tanpa ba bi bu, langsung saya ke belakang lagi..."This is emergency, Sir! please" kali ini muka saya memelas setengah menahan nafas. Dan akhirnya dia ijinkan dan bukakan toilet. Oh, thank God..akhirnya..plooong...sambil pesawat berputar-putar di landasan mencari tempat parkir, saya tuntaskan juga kemulesan ini.
Begitu turun pesawat di bandara Chicago, tujuan pertama adalah imigrasi! ya, setelah mengisi form berisi pernyataan barang apa saja yang kita bawa, kita antri di imigrasi untuk mendapatkan ijin masuk. Kita akan diminta sidik jari, foto dan beberapa pertanyaan ringan. Seperti untuk apa ke amerika? mau kemana tujuannya? ketika petugas yakin, maka "Dok!!!" stempel melayang ke paspor kita dan resmi kita diijinkan menginjakkan kaki di negeri paman sam,
Selepas dari desk imigrasi, saya menuju pengambilan bagasi untuk mengambil koper. Dua koper pun berhasil diambil dengan selamat meski beberapa bagian sobek dan rusak karena dibanting-banting atau tertumpuk-tumpuk di bagasi pesawat. Jadi, sebagus atau sebaru apa pun kopermu akan rusak juga masuk bagasi pesawat hehe. Belum keluar begitu jauh, saya melihat beberapa petugas berteriak-teriak "United Airlines...United Airlines". Saya dekati, kemudian dia melihat tiket saya dan dia bilang oke masukkan koper anda kesini. Ternyata praktis sekali, saya tinggal berikan dua koper pada conveyor lalu menuju pada counter check ini untuk penerbangan domestik Amerika Serikat. Koper sudah menuju pesawat yang akan saya tumpangi, yaitu dari Chicago menuju St. Louis. Saya pun kemudian diarahkan untuk naik kereta listri menuju terminal 1, dimana jalur penerbangan domestik berada. Keluar di terminal satu, tiba-tiba perut mules lagi...dan, destinasi pertama saya begitu di terminal satu adalah : toilet!
Duh Gustiii...aya aya wae ceuk kabayan mah....
(bersambung)
Sy sangat senang membaca pengalaman menarik anda bepergian keluar negeri, khususx amerika serikat
ReplyDeleteTerima kasih sudah membaca! Salam.
ReplyDelete