12 January 2018

Agent-Based Modeling: Tahapan Penelitian

Yanu Endar Prasetyo
email: yepw33@mail.missouri.edu 

Model Penyebaran HIV AIDS (Net Logo)
Layaknya metode penelitian ilmiah lainnya, langkah-langkah atau tahapan penelitian yang menggunakan pendekatan Agent-Based Modeling (ABM) juga perlu dirunut agar mudah diikuti dan memiliki “kebakuan” dalam proses pengembangannya. Tahapan penelitian ini juga akan membantu para peneliti pemula atau yang baru akan memulai risetnya menggunakan pendekatan ABM.

Pertanyaan Penelitian (a research question)

Langkah pertama tentu saja adalah menetapkan pertanyaan penelitian. Dalam merumuskan pertanyaan penelitian harus se-realistis mungkin dan memiliki peluang kemungkinan untuk dapat dijawab. Jika rumusan pertanyaan penelitian itu terlalu general dan ambisius, bisa jadi hasil penelitian nanti akan kurang memuaskan atau bahkan tidak menjawab sama sekali. Oleh karena itu, diperlukan rumusan pertanyaan penelitian yang jelas, terukur, fokus, spesifik, dan ringkas. Semakin spesifik semakin baik!

Beberapa pertanyaan penelitian yang relevan didekati dengan metode ABM biasanya terkait dengan pola “keteraturan” (regularities) dalam masyarakat (makro) yang sudah atau bisa teramati polanya. Misalnya pada kasus segregasi sosial di perkotaan yang dapat dilihat dari pola perumahan penduduknya yang dipengaruhi oleh perbedaan rasial. Contoh lain, pola pertukaran sosial di pedesaan yang dapat diobservasi dari bentuk pertukaran “gantangan” atau “nyumbang” dalam pesta hajatan pernikahan di pedesaan (baca penelitian Hokky Situngkir & Yanu Endar Prasetyo). Pola penyebaran opini, perilaku konsumen, dan lain-lain juga bisa menjadi basis awal dalam menyusun pertanyaan penelitian yang tepat dan mengena.

Penentuan Agen & Lingkungan yang terlibat

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi agen-agen yang akan dimasukkan ke dalam model. Mungkin saja agen-agen tersebut merupakan sekumpulan entitas yang memiliki kesamaan tipe atau karakteristik (homogen). Sebaliknya, bisa jadi mereka terdiri dari beragam tipe dan karakteristik (heterogen). Pada proses ini, akan sangat membantu jika kita menyusun “tabel” dimana kita bisa menjelaskan apa saja kemungkinan interaksi antara agen dan lingkungannya? Apa saja kemungkinan yang berasal dari lingkungan (termasuk dari agen-agen lain) terhadap si agen yang kita maksud. Lalu kita dapat tuliskan/jelaskan secara lebih rinci pada kondisi seperti apa agen tersebut akan bereaksi terhadap stimulus lingkungan tersebut? Serta, tindakan atau reaksi macam apa yang akan dilakukan agen tersebut? Inilah yang disebut dengan fase menyusun aturan main bagi para agen dalam model yang akan kita bangun (agent rules).

Perlu pula ditetapkan apakah agen-agen ini berdiri pada konteks spasial tertentu atau mereka terhubung dalam jejaring sosial atau ruang pengetahuan yang lebih abstrak sebagai basis lingkungannya. Jika proses identifikasi dan karakterisasi ini telah tersusun dengan rapi, maka peneliti dapat memulai pemrograman (program code developing) untuk dijalankan sebagai perintah dalam permodelan yang disusun.

Debugging/Verivikasi dan Penarikan Kesimpulan

Setelah model disusun selanjutnya peneliti akan mulai melakukan proses yang cukup panjang dan biasa disebut sebagai proses debugging atau bahasa lainnya adalah proses verivikasi. Setiap model diperiksa dan disimulasikan melalui software modeling yang digunakan untuk melihat sejauh mana setiap elemen dalam model tersebut berjalan sesuai dengan instruksi yang diinginkan. Verivikasi ini berbeda dengan validasi (dimana validasi lebih bertujuan untuk mengukur apakah model cukup bagus untuk mensimulasikan keseluruhan fenomena yang dipelajari). Dalam Validasi (setelah proses verivikasi), kita akan memerlukan analisis sensitifitas (sensitivity analysis) untuk melihat apakah ketika parameter model diubah juga akan otomatis menghasilkan perubahan kepada keluaran yang dihasilkan oleh model tersebut. Tingkat sensitifitas model tentu akan menunjukkan kualitas dari model yang kita bangun.


Sebelum melakukan penarikan kesimpulan, maka perlu dilakukan komparasi atau membandingkan hasil simulasi dengan hasil penelitian (atau teori) di dunia nyata. Semakin hasil luaran simulasi model ini mendekati dengan data-data empiris, maka semakin baik dan valid model tersebut dalam menggambarkan fenome sosial dan pertanyaan penelitian yang dimaksud. Model tersebut juga dapat untuk digunakan menyusun skenario-skenario lain yang mungkin tidak atau belum terjadi di dunia nyata. Skenario ini dimaksudkan sebagai bahan pembelajaran atau bahkan bisa menjadi bahan melakukan prediksi-prediksi di masa mendatang serta menemukan pola-pola keteraturan tertentu yang belum diantisipasi saat ini.

No comments:

Post a Comment