Oleh: Yanu Prasetyo
Saya masih ingat, buku pertama yang saya beli langsung di
Amerika adalah buku si kakek ini. “Our Revolution” judulnya. Waktu itu tahun
2016. Tepat sebelum pemilu. Saat khalayak ramai memperbincangkan Hillary dan
Trump, saya justru lebih tertarik untuk mengenal lebih jauh sosok ini. Bukan
hanya pandangannya yang anti-mainstream, namun juga pesan-pesan dan pidatonya yang
demikian memikat. Khususnya bagi kawula muda Amerika. Unik, kan? capres berumur
tapi mayoritas pendukungnya kawula muda. Ya, dia adalah Bernie Sanders. Senator
dari Vermont yang dua tahun lalu melaju di konvensi capres Demokrat namun di
detik terakhir harus rela “tersingkir” dan memberikan dukungannya kepada
Hillary.
Waktu itu, banyak pendukungnya yang kecewa berat. Bahkan
ngambek tidak jadi memilih di pemilu karena Bernie gagal melaju. Banyak yang
bilang ia “dikerjai” oleh elit partainya sendiri. Itu menurut teori para
pendukung fanatiknya. Tapi memang cukup beralasan. Meskipun Demokrat dan
Republikan seakan-akan dua kutub yang berbeda, namun dalam falsafah ekonominya,
keduanya pro kapitalisme. Bedanya, Demokrat masih relatif memberi ruang bagi kader-kader
dengan gagasan nyeleneh dan heterogen dibandingkan dengan rivalnya, Republikan.
Maka, jika saja Bernie maju dan menang menjadi presiden,
maka Amerika akan berubah haluan seperti yang ditakutkan status quo di AS. Simak
saja gagasan dan program-programnya yang membuat super rich ketar-ketir:
Medicare-for-ALL
$15-an-hour minimum wage
Free tuition at public colleges
Lower drug prices through government intervention
Encourage labor union formation
Gender pay equity
Expanded social security benefit
Criminal justice reform (termasuk melegalkan ganja)
Breaking up the biggest Wall Street Banks
Comprehensive immigration
reform
Dan lain
Dan lain
Bukan saja ia dicap
sebagai tokoh partai Demokrat yang paling progressive, tetapi juga dianggap hendak
menerapkan sosialisme di Amerika. Negeri yang dalam kebijakan politiknya sangat
anti dengan gagasan kiri ini. Pada awal sang senator muncul, gagasan semacam
ini sungguh tidak populer bagi publik Amerika. Terutama bagi kalangan mapan dan tua. Tapi
dahsyatnya, dukungan dari kalangan muda – termasuk generasi milenial – seakan tak
terbendung. Ini yang membuat posisi Bernie unik. Para senator muda, termasuk AOC
pun, nampaknya adalah buah yang lahir dari efek Bernie.
Sebagai keturunan
Yahudi yang tumbuh besar di Brooklyn, ia mengalami langsung hidup sebagai
minoritas di Amerika. Maka tak heran jika kemudian suaranya begitu mengena bagi
kaum minoritas. Sebaliknya, suaranya adalah ancaman serius bagi kalangan elit.
Musuh Bernie jelas: satu persen orang terkaya di Amerika. Ia ingin mengurangi dan
meratakan kekayaan mereka dan dibagi-bagi kepada warga Amerika lain yang lebih
membutuhkan. Begitu kurang lebih posisi Bernie dalam drama politik Amerika.
Meskipun datang
dengan gagasan “pinggiran” bukan berarti Bernie hanyalah pemeran pembantu atau
pelengkap belaka dalam drama politik ini. Pada perjalanannya menuju kursi
capres Demokrat tahun 2016, Bernie memperoleh setidaknya 13 juta suara dalam
Primaries dan Caucuses. Ia juga menang di 22 negara bagian, sebagian dengan
selisih yang cukup telak. Washington Post saja sampai menulis bahwa ”Not
only Sanders’s campaign made for an unexpectedly competitive Democratic
primary, he has also changed the way millennieals think about politics”. Tentu ini
buka main-main.
Nah, baru saja, ia mengumumkan bahwa ia akan kembali
bertarung untuk Pilpres 2020 nanti. Masih dari partai yang sama, Demokrat. Dengan musuh yang kemungkinan sama,
Donald Trump. Namun, dengan lawan internal demokrat yang berbeda, dimana banyak
darah muda disana (simak tulisan saya sebelumnya soal Deklarasi Capres). Deklarasinya
tidak dilakukan di tengah salju maupun kerumunan, tetapi dengan sebuah iklan
video yang beredar di media sosial dan disusul wawancara dengan stasiun TV.
Membaca komentar-komentar yang melintas, satu kata yang paling sering keluar: ”I
feel Bern Again”. Kalau dulu mottonya adalah ”A Future to Believe In”, kali ini
hashtag nya lebih ringkas #UsNotMe!
Jadi, kita lihat saja, apakah sihir Bernie kali ini bisa meloloskannya menjadi Capres Demokrat 2020? atau kembali dia akan menjadi peng-endorse kandidat lainnya di tikungan terakhir?
No comments:
Post a Comment