Punya teman yang gemar menebar
cerita palsu untuk menaikkan nilai dirinya atau menurunkan martabat orang lain?
Yang bahagia ketika melihat teman lain menderita? Yang menunjukkan perasaan
bangga ketika berhasil melanggar hukum atau aturan? Yang kalau diberi amanah
konsisten tidak bertanggung jawab? yang “berdarah-dingin”? agresif? impulsif? manipulatif?
Terus, yang paling utama, Ia tidak menunjukkan rasa bersalah (menyesal) sama
sekali setelah melakukan semua itu? Kalau jawabannya “Ya”, maka kamu harus lebih
berhati-hati. Jangan-jangan temanmu itu (atau diri kita sendiri?) adalah
sociopath!
Menurut Martha Stout PhD, penulis
buku The Sociopath Next Door (2005), jika seseorang menunjukkan tiga saja
gejala di atas sekaligus, maka Ia bisa dikategorikan sebagai seorang sosiopat
(sociophathy). Nama ilmiahnya “antisocial personality disorder”. Beberapa ahli
jiwa juga sering menyebutnya sebagai “psychopathy” alias psikopat. Meskipun,
psikopat sebenarnya lebih ditujukan ketika si sosiopat tadi melakukan tindakan
kekerasan atau penyerangan. Seperti pembunuhan, penyiksaan, mutilasi, atau
menyakiti orang lain secara fisik. Kalau di film-film, psikopat sering
digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin. Membunuh dengan tersenyum. No
feelings of guilt. Not having a conscience. None at all.
Tentu saja sosiopat ini memiliki
beragam varian dan bentuk perilaku. Sama halnya dengan penyakit umumnya yang
memiliki tingkat keparahan berbeda-beda. Mulai dari rasa sakit ketika melihat
kesuksesan orang lain, hingga tega membunuh secara sadis. Sosiopat memiliki
dimensi dan penampakan yang luas. Sosiopat bukan seperti “orang gila” umumnya
yang terisolir di rumah sakit jiwa atau berjalan-telanjang di jalanan. Ia bisa
tampil dalam wujud CEO sebuah perusahaan multinasional, seorang guru, pelayan
restoran, dokter, artis, ibu rumah tangga dan lain sebagainya. Ia ada di
sekitar kita. Mungkin juga atasan, teman kerja, tetangga sebelah atau keluarga
yang tinggal serumah. Menurut data, satu dari dua puluh lima orang di Amerika
Serikat, teridentifikasi mengidap sosiopat. Artinya, ia sangat membaur dengan
kebanyakan orang.
Secara intelektual, sosiopat bisa
jadi memiliki IQ yang tinggi. Bisa mencapai karir yang selangit. Sukses dan
menjadi tokoh publik. Hanya saja, yang membedakan sosiopat dengan orang umumnya
adalah cara dia dalam meraih kesuksesan itu. Ia terbiasa menghalalkan segala
cara. Baginya tidak ada ketakutan melanggar norma. Ia bisa berpenampilan sangat
relijius, namun dalam perasaan terdalamnya, ia tidak takut pada Tuhan sama
sekali. Dalam urusan asmara, sosiopat juga cenderung egois dan sering gagal
dalam membangun relasi yang harmonis. Baginya, mempermainkan kehidupan orang
lain adalah sesuatu yang “fun” dan seru. Kalau ia seorang politisi, maka ia
akan menggunakan kesusahan rakyatnya sebagai “political game” semata. Bukan karena
benar-benar peduli. Yang ia pedulikan hanya popularitas atau ego pribadi.
Setelah membaca buku Stout ini,
saya jadi bertanya-tanya. Jika negara maju seperti Amerika Serikat saja hampir
4% penduduknya mengidap sosiopat, bagaimana dengan negara yang kurang maju atau
susah maju? Jangan-jangan?
No comments:
Post a Comment