13 March 2009

Wajah Mirip = Berjodoh ?



Mungkin judul di atas menjadi salah satu mitos dalam dunia perjodohan yang sering kita dengar. Biasanya di tengah obrolan atau rumpian sesama teman. Entah darimana munculnya anggapan tersebut, namun banyak juga yang kemudian percaya dan meyakininya. Pengalaman pribadi, ketika saya memperkenalkan pasangan kepada sahabat atau teman, pasti ada saja celetukan yang mengatakan, “eh, kalian mirip ya, pasti berjodoh”. Ada lagi yang saking maksanya mencari kemiripan, mengatakan bahwa, “tuh, hidung kalian mirip, pasti cocok dech..”. kemaren-kemaren, hal itu hanya terasa sebagai basa-basi penghangat perkenalan saja. Namun kemudian, saya tergelitik untuk mencari tahu, apakah mitos itu benar adanya?

Penasaran itu rupanya terus menghantui. Hingga tanpa sengaja, ketika saya berjalan-jalan di sebuah toko buku terkenal, mata saya tertambat pada sebuah DVD yang terjepit diantara barisan film-film yang ditaruh di atas keranjang. Di tengah tumpukan film tersebut, tertulis diskon 20%. Bukan papan diskon itu yang menarik minat saya. Melainkan judul film yang memikat pikiran saya, “secret of the sexes”. Kata-kata sex itulah yang sejujurnya mendorong kaki saya untuk menghampiri, dan membuat tangan saya dengan cekatan mengambilnya. Tanpa banyak berpikir, saya langsung membeli film tersebut, dan berharap segera menontonnya di rumah.

Sampai di rumah, tanpa membuang waktu lagi saya langsung memutar film tersebut. Sempat terbesit pikiran, saya akan mendapatkan banyak “pengetahuan” dari film itu. Namun ternyata, begitu prolog berjalan, ternyata film itu bukan film yang saya harapkan, melainkan sebuah fil dokumenter ilmiah. Sempat kecut dan kecewa. Namun saya biarkan saja film itu berjalan, sambil sesekali membaca teks bahasa Indonesia di bawahnya. Di tengah-tengah rasa kecewa telah membeli film itu, tiba-tiba dewi fortuna seperti datang menghampiri. Ternyata, film dokumenter tentang rahasia seks tersebut, menceritakan tentang sebuah riset ilmiah untuk menjawab apa saja faktor yang menyebabkan pria tertarik pada wanita, dan sebaliknya. Riset itu dilakukan oleh sebuah institut, dengan berbagai tenaga ahli (komputer, dokter, tata rias, psikolog, desainer, dll) terhadap 100 pria dan wanita yang belum menikah di London, Inggris.

Penelitian itu mencoba membuat simulasi, dengan mempertemukan secara acak dan langsung, setiap pria dengan setiap wanita. Mereka duduk berhadapan dengan sebuah meja dihadapannya. Dalam pertemuan yang dibatasi hanya 2 menit itu, mereka diminta untuk saling berkenalan secara singkat dan dengan cara yang bebas. Di akhir perkenalan itu, si pria atau wanita, saling memutar tombol skor yang ditaruh dibawah meja. Tombol skor itu sebagai penilaian ketertarikan peserta untuk menjadikan peserta di hadapannya sebagai pasangannya. Setelah semua saling bertemu dan memberi nilai, para ahli merangkum nilai tersebut.

Pada akhirnya, ditemukan nama-nama yang mendapatkan skor paling tinggi. Mereka dengan skor paling tinggi ini, berarti dinilai paling menarik dan ideal untuk dijadikan pasangan. Dan ternyata, kaum pria, baik yang tampan maupun biasa, lebih mendasarkan penilaiannnya dari kesempurnaan fisik, seperti wajah cantik, rambut hitam panjang, tubuh proporsional. Sementara, kaum perempuan lebih menilai pada sikap dan gaya pendekatan pria. Apakah asyik, sopan, nyambung, intelek, dan lain sebagainya. Mereka yang masuk kategori tidak menarik untuk dijadikan pasangan, rata-rata memang memiliki kekurangan dalam hal fisik, seperti terlalu gemuk, bermutu (bermuka tua), dan terlihat miskin. Singkat cerita, sebagian besar peserta memang menilai dari kesempurnaan fisik, namun tak satu pun peserta yang memimpikan pasangan idealnya adalah mereka yang berwajah mirip dengannya.

Selain itu, para ahli mencoba membuktikan, apakah pasangan pria dan wanita yang memiliki sruktur wajah yang mirip, memiliki kemungkinan untuk berjodoh. Mereka mencoba mencari peluang dari seratus peserta itu yang memiliki kemiripan struktur wajahnya. Akhirnya, ditemukan lima pasangan. Kelima pasangan itu kemudian dilibatkan ke dalam sebuah kencan selama beberapa hari, yang diikuti oleh kamera tersembunyi. Dan hasilnya, ternyata kemiripan wajah tidak serta merta menjadikan dua orang beda jenis ini menjadi cocok sebagai pasangan. Bahkan kencan mereka, ada yang justru berakhir dengan tidak mengenakkan. Ternyata ada faktor lain yang lebih berperan, yaitu sifat dan sikap.

Hal ini dapat dimengerti, sebab, setelah kenal lama dan makin mendalam, maka seseorang akan terbongkar sifat dan perangai sebenarnya. Dari sinilah kemudian, faktor-faktor fisikal, yang di awal tadi menentukan ketertarikan, menjadi penentu hubungan yang nomor sekian. Sebab, ketika seseorang ingin menjalani komitmen dengan orang lain dalam jangka waktu yang panjang (untuk menikah misalnya), maka pertimbangan sifat dan sikap, menjadi yang utama (selain kemapanan ekonomi). Semua sudah paham, bahwa kecantikan badaniah, pasti akan luntur ditelan waktu dan usia. Sehingga, jika hubungan itu untuk serius, maka pertimbangan fisik, apalagi kemiripan wajah, menjadi semakin tidak dominan atau penting. Para ahli itu pun, akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa belum ada bukti ilmiah yang kuat bahwa pasangan yang memiliki kemiripan wajah, otomatis berjodoh!

Kita tentu bebas berpendapat soal ini. Saya pribadi lebih senang jika kemiripan di sini, tidak direduksi pada wajah atau fisik semata. Namun, memaknai kemripan jodoh ini dengan cara pandang bahwa , jodoh kita adalah cerminan diri kita. Sebagai cermin (datar), tentu ia tidak pernah berbohong. Ia akan menampakkan dan melaporkan apapun yang kita hadapkan kepadanya. Cermin juga siap mengoreksi kekuarangan yang ada pada diri kita setiap saat. Karena cermin itu jujur, maka kita bisa membawa cermin itu kemanapun kita pergi. Kita juga tak ragu untuk berbagi hal yang privat dan rahasia dihadapannya. Dan jika orang yang bercermin itu jujur, maka melalui cermin itu ia akan terus belajar untuk menerima, memahami, dan memutuskan secara bijaksana. Kita perlu insyaf, bahwasanya apa yang ditampilkan oleh cermin, sesungguhnya adalah penampilan kita juga. Baik buruk perilaku pasangan, sejatinya adalah cerminan diri kita sendiri.

Tidak perlu khawatir jika calon pasangan kita nggak ada mirip-miripnya dengan kita. Bukankah, yang lebih penting adalah anak-anak kita memiliki wajah yang mirip dengan orang tuanya? Sebab, kalau sampai tidak mirip, apa kata dunia ? (hayoo..anak siapakah itu? :)

3 comments:

  1. kemiripan fisik? gak perlu. kemiripan hobi? jangan. justru pasangan yang asik kalo berada pada spektrum yang berbeda. dengan hobi yang berbeda namun sepaham dalam ide-ide bersama.

    saya kira ini lebih berwarna.

    ReplyDelete
  2. bener jg sich.... tapi klo diliat2 banyak pasangan yg udah merrid wajahnya keliatan mirip, tapi banyak jg sich pasutri yang ga ada mirip2nya,,,,

    nah wajahku jg ga ada miripnya ma tunnganku, hehehe jd tkut jg nih klo kita ga bejodoh...

    ReplyDelete
  3. keraguan selamanya tidak dapat ditepis, karena dia adalah kawan baik keyakinan :) jalani saja...

    ReplyDelete