05 September 2010

Bumi Cinta : Dari Seks Bebas, Atheisme, Hingga Komunisme Rusia


Cerita tentang keteguhan iman di tengah gempuran nilai-nilai yang amoral dan asusila menjadi ruh utama dalam novel terbaru Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy), Bumi Cinta. Di dalam novelnya kali ini, Kang abik menampilkan secara cukup cantik pergolakan ideologis di tengah-tengah kisah cinta  segi empat. Ya, seperti dalam novel-novel kang Abik sebelumnya, tokoh utama dalam novel ini, Ayyas, adalah seorang pemuda muslim yang hampir sempurna secara sifat dan sikap. Hampir seperti Al Quran berjalan. Namun memang itulah maksud penulisnya, membumikan ayat-ayat Al Quran melalui perwujudan tokoh utama dalam panggung ceritanya.



Tetapi yang berbeda kali ini adalah setting lokasi ceritanya yang menurut Saya lebih fresh dari sebelumnya. Kali ini kita akan disuguhi sebuah dunia kehidupan yang berbeda sama sekali dengan pemandangan biasanya, yaitu kehidupan seks bebas di Rusia dan sisa-sisa atheisme yang diwariskan dari ideologi komunisme Lenin-Stalin yang unik dan khas. Meski kang Abik tidak menelanjangi bulat-bulat " akar kesesatan" Leninisme-Stalinisme dari perpektif Islam, namun penulis novel ini telah berhasil menyisipkan dialog-dialog yang mencerahkan diantara tokoh-tokohnya.

Alkisah, Ayyas, pemuda indonesia yang sedang menuliskan tesis sejarah tentang "Islam pada masa Stalin". setelah mendapatkan rekomendasi dari pembimbingnya di sebuah Universitas di India, Ayyas akhirnya datang ke Moskow untuk menemui kolega pembimbingnya tersebut. Kedatangan Ayyas disambut dengan baik, meskipun akhirnya pembimbing barunya itu (Prof. Tomskii) tidak dapat membimbing karena ada tugas negara. profesor tersebut menyerahkan tugas membimbing Ayyas kepada asistennya yang masih muda dan cantik, Dr. Anastasia Palazzo. di antara kedua tokoh itulah, diskursus Ketuhanan dan iIlam di mata Barat mewujud dalam perbincangan yang cukup berisi. Selain juga bumbu-bumbu asmara diantara keduanya, seperti insiden ciuman maut anastasia yang berujung pada kemarahan Ayyas.

Selain pertemuan yang bernuansa "akademis" itu, Ayyas juga terlibat perang batin karena harus tinggal di sebuah kontrakan yang didalamnya dihuni dua orang perempuan Rusia yang tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Ayyas. Perempuan pertama adalah Yelena, sorang wanita penghibur kelas atas, yang mengaku kepada Ayyas bekerja di agen pariwisata. Perempuan kedua adalah Linor, seorang agen Mosad (zionis) yang mahir memainkan biola. Seperti sudah biasa dalam  sinetron atau roman percintaan, adagium benci bisa jadi cinta terulang kembali. Perbedaan yang mencolok, justru berpotensi menuju rasa penasaran dan pada akhirnya rasa sayang. Dari ketiga perempuan di sekitar Ayyas itulah konflik dalam novel ini dibangun. Ditambah, ayyas juga punya gadis pujaan dari kampung yang pernah dilamarnya, Ainul Muna. Stereotip yang salah, perbedaan gaya hidup bebas, dan keteguhan iman seorang Ayyas serta dibumbui konspirasi zionis yang khas, mewarnai perjalanan novel ini.

Ending dari novel ini memang tidak terlalu mengejutkan, namun cukup menghibur. Linor, sebagai agen zionis yang berusaha berusaha mencelakai Ayyas demi konspirasi menjatuhkan hubungan Rusia-Iran, ternyata bukanlah wanita keturunan Yahudi, melainkan seorang bayi berdarah Palestina yang selamat dari pembantaian kejam Sabra-Sathila. 

Kemudian Yelena seorang wanita penghibur kelas atas yang atheis, pada akhirnya mau percaya lagi terhadap Tuhan setelah sekarat di pinggir jalanan yang beku berasalju akibat dianiaya pelanggannya. Lagi-lagi, malaikat berwujud manusia itu (Ayyas)-lah yang ditunjuk Tuhan untuk menyelamatkan nyawanya. Sementara induk semangnya yang merupakan istri mafia besar di moskow mengacuhkannya dan justru memintanya untuk bekerja lagi. Berkat kecerdikan Linor, Yelena berhasil mengadu domba mantan boz nya  itu dengan genk mafia yang lain. Yelena pun membuka lembaran hidupnya yang baru. Hubungan Ayyas sendiri dengan Anastasia Palazzo, seorang nasrani yang cukup taat, dibiarkan menggantung hingga akhir.

Alur yang mudah dicerna, bahasa yang ringan, dan kejutan-kejutan kecil yang mencerahkan menjadikan novel setebal 546 halaman ini begitu nyaman dan mengalir untuk dibaca. Bagi Anda yang haus perdebatan tentang ketuhanan (versi Islam), komunisme, dan Atheisme akan sedikit terobati dengan membaca novel ini.  

PS. Saya menamatkan novel ini di atas bus Kramat Jati dalam sebuah perjalanan dari Bogor ke Subang, 4,5 jam jack !

No comments:

Post a Comment