29 October 2011

Memahami Konsep Modal Sosial (2)



Apa Makna “Sosial” dari “Modal Sosial” ?

Sebuah konsep dapat bermakna dan berubah melampaui arti/makna aslinya. Namun, biasanya pemahaman kita terhadap sesuatu dapat dikembangkan dengan mengetahui makna turunannya itu. Etimologi dari kata “sosial” seharusnya dapat membantu kita memahami apa arti modal sosial dan bagaimana ia berbeda dari bentuk-bentuk kapital lainnya?

Kata “sosial” adalah salah satu kata sifat yang paling luas digunakan dalam bahasa Inggris. Ini terkait dengan kata benda “masyarakat” yang berasal dari bahasa Latin “socius” yang berarti “teman atau kawan”. Hal ini mengindikasikan bahwa apa itu “sosial” aslinya diturunkan dari fenomena “pertemanan”, yang menyiratkan makna kerjasama, solidaritas, saling respek/menghargai, dan kepekaan terhadap kepentingan umum.


Di sisi lain, saya menyarankan bahwa pertemanan dapat dianalisis menggunakan konsep dari ekonomi dan teori permainan yang tergambar dalam konsep “fungsi-kegunaan” (Uphoff, 1996). Jika orang merasa asing satu sama lain, maka mereka akan bersikap acuh tak acuh terhadap kesejahteraan yang lainnya. Dalam kondisi ini mereka disebut memiliki fungsi kegunaan yang independen. Mereka tidak peduli apakah orang lain lebih baik atau buruk keadaannya. Mereka tidak peduli apakah tindakannya menolong atau merugikan orang lain. Ini adalah asumsi standar dalam kebanyakan analisis ekonomi. Meskipun hal ini sangat menyederhanakan analisis, namun sekarang konsep tersebut seringkali diasumsikan menjadi gambaran nyata dari sifat alamiah manusia yang konsisten dengan ide tentang “homo economicus”, dimana individu mementingkan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan untuk diri sendiri.

Pertemanan, sebaliknya, adalah dimana fungsi dan kegunaan setiap orang “saling tergantung secara positif”. Artinya, mereka masing-masing orang memberikan sumbangan positif bagi kesejahteraan yang lainnya. Mereka akan merasa dirinya lebih baik ketika temannya lebih sejahtera, lebih bahagia, lebih aman dan lebih dihargai. Dan akhirnya, musuh/lawan dari pertemanan ini adalah orang-orang yang fungsi-kegunaannya “saling tergantung secara negatif”. Musuh disini adalah mereka yang memperoleh kepuasan dari kemalangan/kesialan orang lain dan bahkan berusaha menggunakannya untuk meningkatkan keuntungan/manfaat bagi dirinya sendiri.

Sebagaimana konsep lainnya, kita harus berpikir dalam hal derajat/tingkatan - tidak hanya soal jenis – melampaui klasifikasi yang sederhana. Tak seorangpun tahu, seberapa besar kesalingtergantungan positif itu dibutuhkan oleh masyarakat untuk eksis atau untuk hubungan antar pribadi agar tetap bertahan? Namun, saya menyarankan bahwa kita dapat mencirikan makna “sosial” disini mengandung “beberapa derajat dari kebersamaan”, “beberapa derajat identitas bersama/umum”, “beberapa derajat kerjasama untuk menghasilkan manfaat bersama, tidak saja manfaat individual”. Kerjasama yang diinginkan dan tindakan kolektif yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan satu orang, karena orang lain juga dapat memperoleh manfaat darinya disamping dirinya sendiri.

Dengan menggunakan bahasa dari teori permainan, hubungan antar pertemanan itu menghasilkan “penjumlahan yang positif”, karena jumlah total dari kepuasan itu meningkat ketika segala sesuatu bermanfaat bagi mereka dan tidak secara siginifikan merugikan yang lainnya. Pertemanan mengambil kesenangan dari keberuntungan orang lain. Sebaliknya, jika seseorang saling bermusuhan, maka yang diperoleh adalah efek “penjumlahan yang negatif”, dimana manfaat yang diperoleh seseorang akan mengurangi kebahagiaan dan rasa aman dari orang lain. Keuntungan yang diperoleh seseorang, merepresentasikan kehilangan dari orang lain (a zero-sum relationship/hubungan menang-kalah).

Apakah seseorang menjadi teman, musuh atau orang asing dapat dengan kuat dipengaruhi oleh sejarah dan sosialisasi masa kecil. Ini membantu untuk menentukan apakah seseorang dianggap teman atau bukan. Pada akhir analisis, pertemanan adalah sebuah pilihan individual. Seseorang dapat memilih untuk peduli pada kesejahteraan orang lain atau tidak. Bahkan dalam situasi tragis dan kekerasan terkini di Bosnia, Rwanda, dan Kosovo, kita melihat banyak contoh orang-orang yang memilih dan menunjukkan jalan persahabatan meskipun secara institusi dan budaya akumulasi modal sosial mereka selama berabad-abad telah dihancurkan.

Seseorang dapat - dan sering dilakukan – memutuskan untuk peduli pada kemajuan orang lain – tetapi ia juga bersifat antagonistik terhadapnya. sehingga mencoba untuk mencegahnya. Ketika disana ada hubungan “sosial”, seseorang menginvestasikan sesuatu pada yang lainnya – dimana mereka melekatkan setidaknya beberapa nilai untuk kesejahteraan orang lain.  Ini menunjukkan jalan pada pemahaman yang lebih kongkrit tentang apa saja yang terlibat dalam membentuk modal sosial.

Kenyataan tentang apa itu “sosial” adalah sangat kompleks dan terwujud dalam kontinum yang panjang, dari “masyarakat” minimum hingga maksimum, dengan di dalamnya terdapat pertemanan, solidaritas, kebersamaan, timbal balik, dan fenomena lainnya yang menunjukkan masalah derajat.

Jika orang hidup bersama – dengan catatan tidak di dalam negara yang terus menerus perang dan konflik – maka harus ada toleransi minimum dan kesediaan untuk hidup dan membiarkan hidup. Kondisi minimum dari modal sosial dapat digambarkan dalam kolom sebalah kiri di tabel no 2, dimana disitu menunjukkan sedikit kerjasama dan hubungan antara personal. Kondisi ekstrim seperti yang Turnbull (1972) gambarkan diantara orang-orang Ik sungguh sulit untuk membayangkannya apalagi menemukannya. Jadi, kolom sebelah kiri adalah tipe ideal [artinya sangat langka terjadi], dan sebaliknya di kolom sebelah kanan adalah situasi modal sosial maksimum yang juga sama langkanya. Bahkan masyarakat “Itury Pigmies” yang paling “jinak” yang didokumentasikan oleh Turnbull (1961) tidak sepenuhnya mencapai level solidaritas seperti ini.

Kebanyakana situasi ada diantara dua ekstrim ini, yaitu kontinum diantara dua kolom di tengah tabel 2. Jika orang-orang tidak secara penuh peduli pada kesejahteraan orang lain, maka masyarakat itu berada pada kisaran kolom yang kedua. Motivasi dapat menjadi sangat berperan dan hanya untuk melayani diri sendiri. Kerjasama yang dilakukan hanya bertujuan untuk memperluas manfaat bagi diri sendiri. Akan tetapi, kerjasama disini dapat juga menghasilkan penjumlahan manfaat positif bagi orang lain seperti bagi dirinya sendiri (Axelrod 1984), sehingga dapat mendorong hubungan sosial ke arah – atau bahkan bisa melampaui – kolom ketiga.

Tabel 3. Kontinum Modal Sosial
Modal Sosial Minimum
Modal Sosial Dasar
Modal Sosial Substansial
Modal Sosial Maksimum
Tidak tertarik dengan kesejahteraan orang lain, memaksimalkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain
Utamanya tertarik pada kesejahteraan diri sendiri, kerjasama dilakukan hanya sampai pata batas jika itu menguntungkan dirinya sendiri
Komitmen untuk usaha bersama, kerjasama dilakukan untuk memperbesar manfaat yang juga dirasakan oleh orang lain
Komitmen untuk kesejahteraan orang lain, kerjasama tidak terbatas pada pencarian keuntungan pribadi, kepedulian untuk kebaikan publik
Nilai –nilai :
Menghormati kebesaran diri

Efisiensi kerjasama

Efektivitas kerjasama

Altruisme, sesuatu yang sudah baik di dalam dirinya sendiri
Isu-Isu :
Mementingkan diri sendiri – bagaimana sifat ini dapat disimpan karena secara sosial cukup merusak?

Biaya transaksi – bagaimana agar ini dapat dikurangi untuk dapat meningkatkan manfaat bagi orang-orang?

Tindakan koletkif – bagaimana kerjasama (pernyatuan sumber daya) dapat berhasil dan berkelanjutan?

Pengorbanan diri/mengundang resiko untuk diri sendiri – seberapan jauh hal semacam ini dapat diambil, sebagai contoh : patriotisme? Fanatisme agama?
Strategi :
Otonomi

Kerjasama taktis

Strategi kerjasama

Pernggabungan atau penenggelaman kepentingan individu
Manfaat bersama :
Tidak dianggap

Instrumental

Terlembaga

Transenden
Pilihan-pilihan :
Keluar ketika mengecewakan

Bersuara, mencoba untuk melakukan perubahan

Bersuara, mencoba untuk meningkatkan keseluruhan produktivitas

Loyalitas, menerima hasil jika baik untuk semuanya
Teori permainan :
Zero-sum, tetapi ketika kompetisi dibiarkan bebas/tidak dibatasi, maka dapat menghasilkan jumlah-negatif/negative-sum

Zero-sum, pertukaran yang dimaksudkan untuk memaksimalkan manfaat bagi diri sendiri dapat pula menghasilkan jumlah-positif

Positive-sum, tujuannya untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri dan orang lain agar diperoleh keuntungan bersama

Positive-sum, tujuannya untuk memaksimalkan kepentingan umum diatas kepentingan diri sendiri
Fungsi-kegunaan :
Saling tergantung, dengan pertimbangan utama untuk kegunaan diri sendiri

Tidak tergantung, dengan kegunaan bagi diri sendiri yang semakin maju melalui kerjasama

Saling tergantung secara positif, dengan pertimbangan utama untuk memberikan manfaat bagi orang lain

Saling tergantung secara positif, mengutamakan manfaat untuk orang lain daripada untuk diri sendiri


-----------
Sumber : Diterjemahkan bebas oleh Yanu Endar Prasetyo dari Norman Uphoff. 2000. Understanding Social Capital : Learning from Analysis and Experience of Participation. Washington D.C : The World Bank

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete