Senin, 19 Januari 2015
Hari pertama konferensi. Kami
sudah terbiasa berkendara menggunakan Oto untuk berkeliling kota Ahmedabad.
Ongkos dari hotel kami yang baru sampai ke kampus IIM hanya sekitar 50 rupee.
Uniknya, tarif pagi, siang dan malam berbeda. Makin malam makin mahal. Pagi
bisa dapat 30 rupee saja, siang 50 rupee dan kalau sudah sore atau malam bisa
jadi 60-70 rupee. Kami tak menawar sepanjang sudah di kisaran harga itu. Kami
disambut dengan sarapan pagi. Antusias, tentu saja. Saya berdiri di antrian
peserta yang lebih dulu datang. Ambil piring yang terbuat dari anyaman bambu
dilapisi daun kering. Kemudian sebuah sendok yang bentuknya unik. Saya pikir
itu sendok dari kayu. baru setelah sehari kemudian aku tahu bahwa sendok itu bisa dimakan karena terbuat dari semacam biskuit yang dibentuk sendok. Keren!
Lalu hidangan salad berupa irisan bawang merah mentah,
wortel, lobak, mentimun dan semacam sup berwarna putih – atau mayonise saya
nggak tahu. Kulihat semua orang menuangkan sup putih itu ke dalam sebuah mangkok kecil yang juga terbuat
dari kumpulan daun kering yang dipadatkan. mungkin sih, saya juga tidak yakin. Yang jelas piring dan mangkoknya ringan sekali. Saya hanya ambil mentimun dan wortel. Berikutnya adalah sayur
kentang, kacang polong dan entah apa yang diblend jadi satu berwarna kuning.
Saya ambil sedikit. Lalu ada sebuah makanan bulat berwarna merah – saya tau ini
manis dan enak – dan saya ambil sebutir. Lanjut dengan sayur mirip dengan kari
berkuah kental sekali. Lewat. Baru diujung hidangan yang paling saya cari :
nasi! Ada dua jenis nasi. Satu berwarna kekuningan seperti uduk dan yang
satunya putih, nasi murni. Saya ambil keduanya sedikit-sedikit. Lalu sebuah
roti puri mengakhiri menu minimalis saya pagi itu. Daripada tidak sarapan,
lumayan jadi vegetarian untuk beberapa hari ke depan. Ya, no beef n no chicken!
Makan dengan super cepat dan
buru-buru kami masuk ke ruang konferensi utama. Sebelum itu kami melakukan
registrasi dulu kepada panitia yang berada diluar gedung auditorium. Belum
selesai proses registrasi, tiba-tiba semua orang diminta masuk kedalam. “Masuk dulu saja, acara sudah dimulai, nanti
dilanjutkan lagi registrasinya!”. Oke, kami pun mengikuti seperti halnya
semua orang untuk masuk ke dalam. Sudah terisi separuh gedung. Para narasumber
utama sudah hadir, termasuk Prof. Anil Gupta dan Dr. Vipin Kumar. Pembukaan
dilakukan dengan sangat cair dan tidak ada kesan formal layaknya konferensi di
Indonesia. Jujur saya tidak bisa membedakan mana pejabat, mana profesor dan
mana peserta biasa. Tidak ada perbedaan yang mencolok dari gaya berpakaian satu
sama lain. Pidato yang disampaikan juga penuh dengan penjiwaan dan emosi, bukan
sebuah sambutan membosankan yang bikin ngantuk. Beberapa keynote bahkan tak
segan menyanyikan sebuah prosa tradisional dari suatu suku yang penuh makna
saya nggak tahu artinya tapi saya yakin itu pesan-pesan kebaikan yang dikutip
oleh sang keynote.
Setelah pembukaan sampai dengan
makan siang, kegiatan dilanjut ke beberapa ruangan yang lebih kecil. Sudah ada
jadwal lengkap dan panduan kegiatan yang memudahkan kami sebagai peserta untuk
mencari lokasi dan topik seminar yang menarik bagi kami. Ada tiga ruangan
berbeda yang digunakan. Semuanya menarik. Semuanya penting. Kami pun putuskan
untuk mengikuti sebanyak mungkin kelas yang ada. Diskusi di dalam kelas juga
sangat hidup karena peserta sangat aktif. Ada kesan penghargaan dan apresiasi
yang tinggi terhadap apa yang dilakukan oleh peneliti lain. Meskipun, beberapa
peneliti dan penanya yang arogan juga beberapa kali kami temui dan mereka
adalah dinamisator sejati. Berdebat tidak jelas. Semua kami nikmati sebagai
bagian dari pembelajaran dan pendewasaan dalam menerima pendapat yang sama
sekali berbeda. Pelajaran utamanya adalah jangan sekali-kali memaksakana cara
berpikir kita untuk diikuti oleh orang lain. Setiap orang dan setiap pendekatan
ilmu memiliki kerangka pikirnya masing-masing. Coba lebih banyak mendengar dan
memahami adalah jalan terbaik untuk memperkaya pengetahuan kita sendiri.
Tidak terasa seharian penuh dari
pagi sampai malam kami mengikuti “kuliah kilat” pada setiap sesi seminar kecil
tersebut. Entah berapa persen yang dapat kami pahami, yang jelas logat bahasa
inggris setiap bangsa itu unik-unik. Nggak perlu takut dengan bahasa inggris
kita yang pas-pasan. Bicaralah! Sampaikan maksud kita maka orang akan mengerti
jika kita menyampaikannya benar-benar dari dalam hati dan pikiran kita. Tidak
ada yang tertawa mendengar logat inggris india, inggris cina, atau bahkan
inggris afrika yang unik sekali. Semuanya enjoy. Hidup adalah soal aneka warna
yang harus dinikmati, bukan untuk diseragamkan sesuai selera kita yang belum
tentu sama dengan selera orang lain. Jam sembilan malam acara baru selesai dan
ditutup dengan makan malam.
Masih dengan menu yang sama, uhuk..uhuk..
(to be continue)
No comments:
Post a Comment