30 January 2015

9 Hari di India (Bag-5)



Senin, 19 Januari 2015
Hari pertama konferensi. Kami sudah terbiasa berkendara menggunakan Oto untuk berkeliling kota Ahmedabad. Ongkos dari hotel kami yang baru sampai ke kampus IIM hanya sekitar 50 rupee. Uniknya, tarif pagi, siang dan malam berbeda. Makin malam makin mahal. Pagi bisa dapat 30 rupee saja, siang 50 rupee dan kalau sudah sore atau malam bisa jadi 60-70 rupee. Kami tak menawar sepanjang sudah di kisaran harga itu. Kami disambut dengan sarapan pagi. Antusias, tentu saja. Saya berdiri di antrian peserta yang lebih dulu datang. Ambil piring yang terbuat dari anyaman bambu dilapisi daun kering. Kemudian sebuah sendok yang bentuknya unik. Saya pikir itu sendok dari kayu. baru setelah sehari kemudian aku tahu bahwa sendok itu bisa dimakan karena terbuat dari semacam biskuit yang dibentuk sendok. Keren!

Lalu hidangan salad berupa irisan bawang merah mentah, wortel, lobak, mentimun dan semacam sup berwarna putih – atau mayonise saya nggak tahu. Kulihat semua orang menuangkan sup putih itu ke dalam sebuah mangkok kecil yang juga terbuat dari kumpulan daun kering yang dipadatkan. mungkin sih, saya juga tidak yakin. Yang jelas piring dan mangkoknya ringan sekali. Saya hanya ambil mentimun dan wortel. Berikutnya adalah sayur kentang, kacang polong dan entah apa yang diblend jadi satu berwarna kuning. Saya ambil sedikit. Lalu ada sebuah makanan bulat berwarna merah – saya tau ini manis dan enak – dan saya ambil sebutir. Lanjut dengan sayur mirip dengan kari berkuah kental sekali. Lewat. Baru diujung hidangan yang paling saya cari : nasi! Ada dua jenis nasi. Satu berwarna kekuningan seperti uduk dan yang satunya putih, nasi murni. Saya ambil keduanya sedikit-sedikit. Lalu sebuah roti puri mengakhiri menu minimalis saya pagi itu. Daripada tidak sarapan, lumayan jadi vegetarian untuk beberapa hari ke depan. Ya, no beef n no chicken!

Makan dengan super cepat dan buru-buru kami masuk ke ruang konferensi utama. Sebelum itu kami melakukan registrasi dulu kepada panitia yang berada diluar gedung auditorium. Belum selesai proses registrasi, tiba-tiba semua orang diminta masuk kedalam. “Masuk dulu saja, acara sudah dimulai, nanti dilanjutkan lagi registrasinya!”. Oke, kami pun mengikuti seperti halnya semua orang untuk masuk ke dalam. Sudah terisi separuh gedung. Para narasumber utama sudah hadir, termasuk Prof. Anil Gupta dan Dr. Vipin Kumar. Pembukaan dilakukan dengan sangat cair dan tidak ada kesan formal layaknya konferensi di Indonesia. Jujur saya tidak bisa membedakan mana pejabat, mana profesor dan mana peserta biasa. Tidak ada perbedaan yang mencolok dari gaya berpakaian satu sama lain. Pidato yang disampaikan juga penuh dengan penjiwaan dan emosi, bukan sebuah sambutan membosankan yang bikin ngantuk. Beberapa keynote bahkan tak segan menyanyikan sebuah prosa tradisional dari suatu suku yang penuh makna saya nggak tahu artinya tapi saya yakin itu pesan-pesan kebaikan yang dikutip oleh sang keynote. 

Setelah pembukaan sampai dengan makan siang, kegiatan dilanjut ke beberapa ruangan yang lebih kecil. Sudah ada jadwal lengkap dan panduan kegiatan yang memudahkan kami sebagai peserta untuk mencari lokasi dan topik seminar yang menarik bagi kami. Ada tiga ruangan berbeda yang digunakan. Semuanya menarik. Semuanya penting. Kami pun putuskan untuk mengikuti sebanyak mungkin kelas yang ada. Diskusi di dalam kelas juga sangat hidup karena peserta sangat aktif. Ada kesan penghargaan dan apresiasi yang tinggi terhadap apa yang dilakukan oleh peneliti lain. Meskipun, beberapa peneliti dan penanya yang arogan juga beberapa kali kami temui dan mereka adalah dinamisator sejati. Berdebat tidak jelas. Semua kami nikmati sebagai bagian dari pembelajaran dan pendewasaan dalam menerima pendapat yang sama sekali berbeda. Pelajaran utamanya adalah jangan sekali-kali memaksakana cara berpikir kita untuk diikuti oleh orang lain. Setiap orang dan setiap pendekatan ilmu memiliki kerangka pikirnya masing-masing. Coba lebih banyak mendengar dan memahami adalah jalan terbaik untuk memperkaya pengetahuan kita sendiri.

Tidak terasa seharian penuh dari pagi sampai malam kami mengikuti “kuliah kilat” pada setiap sesi seminar kecil tersebut. Entah berapa persen yang dapat kami pahami, yang jelas logat bahasa inggris setiap bangsa itu unik-unik. Nggak perlu takut dengan bahasa inggris kita yang pas-pasan. Bicaralah! Sampaikan maksud kita maka orang akan mengerti jika kita menyampaikannya benar-benar dari dalam hati dan pikiran kita. Tidak ada yang tertawa mendengar logat inggris india, inggris cina, atau bahkan inggris afrika yang unik sekali. Semuanya enjoy. Hidup adalah soal aneka warna yang harus dinikmati, bukan untuk diseragamkan sesuai selera kita yang belum tentu sama dengan selera orang lain. Jam sembilan malam acara baru selesai dan ditutup dengan makan malam. 

Masih dengan menu yang sama, uhuk..uhuk.. 

(to be continue)

No comments:

Post a Comment