26 January 2019

The Sociopath

Oleh: Yanu Prasetyo


Punya teman yang gemar menebar cerita palsu untuk menaikkan nilai dirinya atau menurunkan martabat orang lain? Yang bahagia ketika melihat teman lain menderita? Yang menunjukkan perasaan bangga ketika berhasil melanggar hukum atau aturan? Yang kalau diberi amanah konsisten tidak bertanggung jawab? yang “berdarah-dingin”? agresif? impulsif? manipulatif? Terus, yang paling utama, Ia tidak menunjukkan rasa bersalah (menyesal) sama sekali setelah melakukan semua itu? Kalau jawabannya “Ya”, maka kamu harus lebih berhati-hati. Jangan-jangan temanmu itu (atau diri kita sendiri?) adalah sociopath!

Menurut Martha Stout PhD, penulis buku The Sociopath Next Door (2005), jika seseorang menunjukkan tiga saja gejala di atas sekaligus, maka Ia bisa dikategorikan sebagai seorang sosiopat (sociophathy). Nama ilmiahnya “antisocial personality disorder”. Beberapa ahli jiwa juga sering menyebutnya sebagai “psychopathy” alias psikopat. Meskipun, psikopat sebenarnya lebih ditujukan ketika si sosiopat tadi melakukan tindakan kekerasan atau penyerangan. Seperti pembunuhan, penyiksaan, mutilasi, atau menyakiti orang lain secara fisik. Kalau di film-film, psikopat sering digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin. Membunuh dengan tersenyum. No feelings of guilt. Not having a conscience. None at all.




Tentu saja sosiopat ini memiliki beragam varian dan bentuk perilaku. Sama halnya dengan penyakit umumnya yang memiliki tingkat keparahan berbeda-beda. Mulai dari rasa sakit ketika melihat kesuksesan orang lain, hingga tega membunuh secara sadis. Sosiopat memiliki dimensi dan penampakan yang luas. Sosiopat bukan seperti “orang gila” umumnya yang terisolir di rumah sakit jiwa atau berjalan-telanjang di jalanan. Ia bisa tampil dalam wujud CEO sebuah perusahaan multinasional, seorang guru, pelayan restoran, dokter, artis, ibu rumah tangga dan lain sebagainya. Ia ada di sekitar kita. Mungkin juga atasan, teman kerja, tetangga sebelah atau keluarga yang tinggal serumah. Menurut data, satu dari dua puluh lima orang di Amerika Serikat, teridentifikasi mengidap sosiopat. Artinya, ia sangat membaur dengan kebanyakan orang.

Secara intelektual, sosiopat bisa jadi memiliki IQ yang tinggi. Bisa mencapai karir yang selangit. Sukses dan menjadi tokoh publik. Hanya saja, yang membedakan sosiopat dengan orang umumnya adalah cara dia dalam meraih kesuksesan itu. Ia terbiasa menghalalkan segala cara. Baginya tidak ada ketakutan melanggar norma. Ia bisa berpenampilan sangat relijius, namun dalam perasaan terdalamnya, ia tidak takut pada Tuhan sama sekali. Dalam urusan asmara, sosiopat juga cenderung egois dan sering gagal dalam membangun relasi yang harmonis. Baginya, mempermainkan kehidupan orang lain adalah sesuatu yang “fun” dan seru. Kalau ia seorang politisi, maka ia akan menggunakan kesusahan rakyatnya sebagai “political game” semata. Bukan karena benar-benar peduli. Yang ia pedulikan hanya popularitas atau ego pribadi.

Setelah membaca buku Stout ini, saya jadi bertanya-tanya. Jika negara maju seperti Amerika Serikat saja hampir 4% penduduknya mengidap sosiopat, bagaimana dengan negara yang kurang maju atau susah maju? Jangan-jangan?


No comments:

Post a Comment