28 April 2009

Masa Jeda

Hingga satu bulan mendatang : 29 April - 30 Mei, blog ini kemungkinan besar tidak saya up date, karena sedang melakukan penelitian di daerah perbatasan NTT-Timor Leste. Semoga, jika masih ada kesempatan, blog ini akan saya up date dengan catatan harian selama melakukan kegiatan penelitian di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur pasca kembali ke Subang lagi.

Salam blogger.

26 April 2009

Berkreativitas Lewat Komunitas




Awal tahun 2009, selain diwarnai antiklimaks dari proses pemilu legislatif, juga menjadi penanda tersendiri bagi bergeliatnya komunitas anak muda di Subang, Jawa Barat. Diawali pada tanggal 28 Maret, sebuah acara kecil digelar oleh para blogger di kota kabupaten ini. Bukan hal baru memang, namun untuk ukuran masyarakat Subang, tentu saja momen ini memiliki makna berbeda. jika dibandingkan dengan kota besar yang mengapitnya, seperti Bandung, Purwakarta, dan Jakarta, kehadiran komunitas blogger yang kemudian menggelar “kopi darat”, menandakan setitik asa untuk menunjukkan bahwa kawula muda di tatar subang ini belum mati.

Kopi darat perdana itu, selain menjadi wahana perkenalan dan pertemuan para pecinta dunia maya, juga menjadi ruang pertukaran ide dan gagasan yang segar. Keberagaman latar belakang dan motif menjadi blogger, mengilustrasikan bahwa komunitas ini bisa mempersatukan cukup banyak unsur dan elemen dalam masyarakat. Ada yang berprofesi menjadi wartawan, dosen, guru, pelajar, penjual/pecinta barang antik, mantan anggota KPU, pelajar, penjaga warnet, peneliti, mahasiswi, hingga pengangguran pun secara egaliter duduk setara, dan mengikatkan diri lewat hobi. Ada yang memang berdomisili di Subang, ada pula yang bekerja di luar kota, tetapi tetap memiliki kaitan historis dan kepedulian dengan Subang. Gayung pun bersambut, setahun terakhir ini, warnet-warnet di Subang telah menjamur bak cendawan di musim hujan.

Tidak hanya berhenti disini, beragam program kegiatan nyata pun direncanakan, slogan anti pornografi didengungkan, visi untuk peduli dunia pendidikan, ekonomi, dan sosial disatukan, dan yang terpenting komunitas ini mempunyai tekad mengambil peran dalam kehidupan bermasyarakat. Dibuktikan dengan lahirnya portal dan situs-situs yang jika ditelusuri, secara tidak langsung telah ikut mempromosikan kota Subang. Dari para punggawa komunitas kecil nirlaba ini, lahir portal kota subang yang menginformasikan potensi wisata dan event-event di subang. Ada juga yang mengkhususkan diri pada info usaha kecil, jasa konsultasi kejiwaan, dan berita-berita dari Subang. Lebih lengkap dan up to date, jika dibandingkan dengan situs resmi milik pemerintah. Namun sayangnya, pemerintah daerah sepertinya belum menyadari manfaat besar dari lahirnya komunitas semacam ini.

Klub Penulis Subang

Senada dengan spirit komunitas ini, lahir pula di waktu yang sama Klub Penulis Subang. Orientasi utama kelompok studi ini adalah dalam hal pengembangan minat menulis dan penerbitan. Baru saja muncul di permukaan, Klub Penulis Subang yang digawangi hanya beberapa peneliti, penulis, pelajar, dan mahasiswa ini, mendapat kesempatan untuk mengelola forum perpustakaan dan majalah di sebuah SMP negeri di Subang. Tentu saja ini mengindikasikan penerimaan masyarakat Subang terhadap komunitas-komunitas kreatif semacam Komunitas Blogger Subang dan Klub Penulis Subang, cukup baik dan menjanjikan.

Alangkah dinamisnya, seandainya komunitas-komunitas berbasis hobi yang lain, seperti komunitas sepeda motor dan kesenian yang banyak menjamur di kalangan pemuda, atau komunitas pecinta lingkungan, juga memiliki orientasi perjuangan yang jelas. Sebab, kelompok-kelompok yang muncul dari bawah, jika mereka berhasil membangun suatu aktivitas dan entitas yang bermanfaat bagi masyarakat, bukan tidak mungkin akan mampu mendorong perubahan dan kemajuan yang lebih cepat. Di sisi lain, dengan bergabung dalam komunitas-komunitas tertentu, dapat menjadi saluran aspirasi yang efektif kepada pembuat kebijakan. Dengan catatan, setiap komunitas tentu saja harus menunjukkan dan membuktikan terlebih dahulu prestasi dan manfaatnya bagi khalayak.

Lahirnya komunitas-komunitas alternatif di tengah kebekuan dan rutinitas pedesaan, bisa menjadi harapan akan lahirnya pendidikan-pendidikan alternatif. Seperti maraknya diskusi-diskusi, seminar, diklat, forum-forum, hingga kegiatan-kegiatan nyata yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Pemuda-pemuda kreatif dan penuh gagasan, akan lahir dari komunitas semacam ini. Pada tahap selanjutnya, karya cipta kreatif, seperti musik dan lagu dari komunitas kesenian, jasa pembuatan website dari komunitas blogger, buku-buku dari klub penulis, pernak-pernik dan aksesoris dari tiap komunitas, akan menjadi sebuah industri kreatif yang mengakar.

Mungkin hal itu masih jauh dari kenyataan, namun bukan pula impian kosong belaka. Jika kiprah para pemuda-pemuda Subang ini tetap eksis dan menemukan jalur perkembangannya, maka pelan tapi pasti, harapan itu akan mampu terwujud. Tinggal, bagaimana mengatasi hambatan-hambatan yang seringkali menggerogoti konsistensi pemuda. Setidaknya ada dua hambatan yang ada di depan mata, pertama, hambatan finansial. Mungkin pula ini hambatan bagi setiap komunitas yang baru muncul. Modal semangat besar, tanpa diikuti oleh kecerdasan menghasilkan finansial, akan membuat komunitas tak bertahan lama. Cara pandang yang harus dipakai adalah bagaimana hobi komunitas tersebut juga bisa menghasilkan timbal balik bagi anggotanya. sehingga, komunitas tidak begitu saja ditinggal oleh satu per satu anggotanya.

Kedua, hambatan psikologis. Tidak semua pegiat komunitas memiliki mental yang kuat. Naik turunnya semangat anggota, sindiran dan cercaan dari luar, manajemen waktu, dan hambatan situasional lainnya, harus bisa dibaca dan diantisipasi sedini mungkin oleh komunitas. Jangan sampai ekspektasi terlalu tinggi dari kemampuan yang dipunyai, sebab hanya akan menghasilkan sesal dan kecewa belaka. Semoga, geliat dari komunitas kecil ini akan terus menggelinding dan membuka mata siapapun, bahwa masih ada pemuda-pemuda yang menenggelamkan diri dan menjadi pelopor aktivitas-aktivitas kreatif, sekalipun dalam serba keterbatasan dan kesunyian sebuah “desa”.

19 April 2009

Klub Penulis Subang



Hari ini, sabtu 19 April 2009, adalah hari bersejarah buat klub ini.

berangkat dari usaha nekad untuk kepingin berkomunitas, ternyata membuahkan sambutan yang bagiku luar biasa. Keinginan awal cuman sederhana : memiliki kelompok penulis. Apa sebab? sepertinya aku belum benar-benar menemukan duniaku di kota yang sudah setahun ini aku pijak, subang. Kota ini bisa dideskripsikan hanya degan 4 huruf : S – E – P – I . Baik sepi dari hingar bingar hiburan, sepi dari lalu-lalang moda transportasi, lebih-lebih –yang paling menyedihkan – sepi dari gempita intelektual. Kota ini mendadak ramai hanya ketika lebaran haji. Tidak nampak perang gagasan atau huru-hara intelektualitas yang tajam. Tidak ada “tokoh” kharismatis atau kelompok-kelompok ideologis yang bisa dianut dan dirunut gagasan-gagasan segarnya. Yang jelas, siapapun yang haus diskusi, seminar, perdebatan, atau perbincangan a la aktivis mahasiswa, subang bukanlah tempatnya!



Pelajaran hidup no 1, bahwa niat saja tidak pernah cukup. Menggerutu akan keadaan justru hanya akan membuat frustasi. Perlu upaya bergerak ke sana-sini, untuk mempopulerkan ide kita. sebab, ternyata di luar sana banyak juga orang yang mengalami keresahan yang sama dengan kita. hanya saja, sama-sama diam dan tak bergerak. Akhirnya, setelah tolah-toleh, bantuan pertama datang dari slawi, jawa tengah, tepatnya dari febrie hastianto, kawan senior lama jaman kuliah doeloe. Tanpa ba bi bu, silabus klub penulis slawi datang, dan seperti keajaiban gagasan, silabus itu meletup menjadi proposal : klub penulis subang.

Tapi, kemana dan siapa yang pertama kali harus membaca proposal ini? ragu meyelimuti. Tak ada lembaga, tak ada institusi, dan yang paling menggetarkan : tak ada dana. Tapi, kondisi inilah yang memberiku pelajaran hidup no 2, bahwa ide yang menyala kuat tidak akan padam oleh tiadanya uang. Dengan keterbatasan yang ada, Kopdar (kopi darat) komunitas blogger subang menjadi keajaiban kedua. Tanpa ragu, aku datang untuk ikut meramaikan dan berkenalan dengan pegiat-pegiat blog di subang ini. hasilnya : al madalizie Ahmad, Senniatussa’adah bergabung. Dari Ahmad kudapat teman-teman kecil yang lain, anton, piki, dll. Dari sejawat ada wawan, dan linda yang sedang hamil 7 bulan. Semuanya adalah orang-orang luar biasa yang kemudian mengikatkan diri dalam hobi yang sama : menulis.



Meskipun pertemuan selanjutnya ada anggota yang berguguran (semoga dugaan ini salah) seperti wiwit, lia, iip, namun tidak menyurutkan semangat. Dua kali berkumpul di “green-house-kopti” kita, keajaiban ketiga datang : tawaran untuk mengisi diklat. Syahdan pak Akhmad , guru SMPN 2 Subang, yang sekaligus adalah pengelola forum perpustakaan dan majalah sekolah, resah dengan tiadanya pembinaan intelektual yang memadai bagi para siswa. Beliau pun mengajukan proposal diklat ke sekolah dan meminta bantuan klub sebagai fasilitator. Alhamdulillah, pelajaran hidup no 3, niat yang baik, bertemu orang yang tepat, dan mengambil setiap peluang yang ada, adalah kunci mengundang dewi fortuna.

Akhirnya, momen-momen pertama itu pun terjadi..

oh ya, hampir lupa, kang annas nasrullah adalah orang yang sudah dan akan memberikan sentuhan lain dari komunitas penulis ini. Pemuda pewarta yang nggak ada matinya ini, kami harap akan membukakan jendela klub dengan orang-orang di luaran sana, thanks bro (juga buat temenmu dari www.vivanews.com itu , hehehe). Semoga setiap keterbatasan makin menguatkan kita untuk tetap bertahan dan terus mempertahankan apa yang sudah kita mulai ini.


14 April 2009

Kado



Adakah ungkapan perhatian dan sayang yang lebih istimewa selain kado? Kalau ada, maka bolehlah aku persembahkan untuknya. Saat ini juga! Sebab aku takut, tak lama lagi aku bisa bersamanya. Tak banyak waktu yang mungkin tersedia untuk menemaninya. Aku khawatir, dia akan melupakanku selamanya. Maka kado istimewa ini harus aku berikan kepadanya.

Di tengah gerimis yang turun tiba-tiba, aku menerobosnya dengan sepeda motor buntutku. Sesekali kuusap wajahku yang kuyup diderai air hujan. Helm standar yang sudah pecah kacanya itu, sengaja tak kubuang karena satu alasan : helm itu adalah pemberiannya saat ulang tahunku ke tujuh belas tahun, dua tahun yang lalu. Kebetulan, kita berdua adalah pecinta sepeda motor tua, warisan bokap-bokap kita.
Hari ini, meski aku tak yakin dia masih ada di rumah, tapi setidaknya aku telah berusaha agar tak menyesal untuk selamanya. Aku tahu, pertengkaran kemarin adalah insiden paling memalukan dalam hidupku. Hanya karena persoalan sepele, aku harus memusuhi orang yang selama ini selalu bersamaku, dalam terang dan gulita. Aku akan menebusnya hari ini!

Kulirik kotak dalam keresek hitam yang bergelayut di bawah stang sepeda motorku. “semoga dia mau berdamai denganku”, batinku.

Akhirnya, gapura kompleks perumahan itu pun nampak. Aku segera bergegas menuju rumah bercat hijau di ujung jalan. Sepi. Tak kulihat siapapun di sana. Mobil kijang tua yang biasanya parkir di garasi rumah pun tak ada. Rasanya aku ingin pingsan. Dia telah pergi! Benar-benar pergi. Bekali-kali sahutanku bertepuk sebelah tangan. Tak kuasa menahan perasaanku, kuletakkan kado perdamaianku itu bawah pintu gerbang yang bercat malas, semuram warna hatiku.

Aku merasa terpuruk sepanjang jalan. Meratapi nasib sebagai manusia bodoh. Yang telah jahat mencampakkan persahabatan hanya demi perempuan yang belum tentu akan menjadi pendamping hidupku kelak. Aku benar-benar kehilangan separuh sayapku. Betapa berartinya dia bagiku. Namun, sesal kemudian tiadalah merubah nyata. Dia takkan kembali meskipun kusadari keberartiannya kini. 2 tahun persahabatan terjalin, berkeping hacur dalam hitungan hari.

Aku hanya ingin mengurung diri malam ini.

Kreeekk...
Terderak pintu kamarku terbuka
dodi, ayo makan. Dari tadi kok dikamar terus?
Suara ibuku pelan memeluk kesadaranku. “ada apa sih nak? Kamu sedih?” tak tertarik sedikitpun mulut ini menanggapnya.
Sepertinya ibuku mengerti meski tanpa narasi, bahasa hati jauh lebih tajam dimengerti.

oh ya, tadi pas kamu keluar ujan-ujan, Anton mampir kesini. Katanya dia mau pamit kuliah ke Jawa, dan dia menitipkan sesuatu untuk kamu

Jantungku yang sedari tadi pingsan, tiba-tiba siuman mendengar nama sahabatku disebut. Langsung kubalikkan badan dan wajahku dari kapuk malas. Lalu kuhampiri sebuah kotak kado merah yang diletakkan ibuku di ujung pintu.

Tertulis di atasnya:
“untuk sahabatku, Dodi.
Semoga persahabatan kita selalu abadi”.


darahku beku, dan dunia pun membisu, sesenyap toba, untuk lama yang cukup panjang *

Subang, 11/04/09
Saat gerimis pun jatuh

03 April 2009

Bali, i m coming...:)




sebuah jawaban yang ditunggu....
tapi sayang, nggak bisa rame2 bareng temen se tim...
ga bisa bulan madu bareng istri....
hiks...
but...
keep'n spirit !!!
Bali...i'm coming !!!

Dear Yanu Endar Prasetyo & team,

I would like to congratulate you that the Selection Committee has accepted your abstract to be presented at the 9th APSA Conference, 13-15 June, 2009, Bali , Indonesia . The accepted abstract is "Resistance to Innovation: Case of Appropriate Technology Implementation in Rural Agriculture".
However, the committee suggests you to revise your abstract by describing data and methodology.

Please complete and send the registration form before April 30, 2009 for your confirmation to participate in the conference. We will offer the opportunity to another person if you fail to respond by that date..

We will include your name in the conference program book if you send your full paper before May 15th, 2009.


I look forward to meeting you in Bali .

Sincerely,

Kamanto Sunarto
Chair of the 9th APSA Conference
Department of Sociology
University of Indonesia
Indonesia

Komunitas Blogger Subang



akhirnya datang juga, kopi darat perdana yang dinanti-nantikan, berjumpa dan bersualah aku dengan kawan-kawan seiman (baca:hobi ngeblog)di subang. 28 Maret 2009, rumah makan Bale Desa, Subang...setelah ini, akan menyusul agenda-agenda kegiatan nyata untuk ikut serta (meskipun kecil), mencerdaskan kehidupan bangsa!

salam super blogger !!!

01 April 2009

Tuhan, Penjaga Utuhnya Perkawinan?




Yanu Endar Prasetyo

Pertanyaan dasarnya adalah, mengapa ada perkawinan yang bisa langgeng sampai tua, namun ada pula perkawinan yang begitu mudahnya retak dan hancur di usia muda? Tentu saja jawabannya bisa beragam, sebab setiap pasangan memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda satu sama lain.

Namun, Nathaniel M. Lambert dan David C. Dollahite (2008) punya cara sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mereka pun akhirnya melakukan penelitian secara mendalam terhadap 57 pasangan suami istri. Kebetulan tempatnya di New England dan Northern California. Lambert dan Dollahite sengaja memilih pasangan-pasangan yang memiliki ketaatan beragama yang tinggi, yang mewakili penganut tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketaatan beragama tersebut diukur lewat frekuensi mengunjungi tempat ibadah, aktivitas keagamaan, dan besarnya dana pribadi yang disumbangkan untuk kegiatan agama.

Mereka berdua mencoba untuk menggali, sejauh mana peran dan pentingnya kehadiran Tuhan dalam perkawinan pasangan taat beribadah tersebut? Dengan kata lain, apakah kepercayaan terhadap Tuhan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan, membawa pengaruh bagi hubungan perkawinan mereka? Sejauh mana Tuhan hadir sebagai “pasangan/ pengikat” ketiga bagi mereka?

Penelitian ini mencoba melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan perkawinan. Penelitian dari para pendahulunya menemukan, bahwa ketaatan beragama yang tinggi, terbukti mampu mengurangi resiko perceraian. Dikatakan bahwa, Angka perceraian pasangan yang jarang mengikuti peribadatan secara rutin di tempat ibadah, lebih tinggi (60%) daripada pasangan yang rutin beribadahnya. Ada juga peneliti lain yang menemukan bahwa ketimpangan pemahaman keagamaan suami istri, berhubungan kuat dengan tingginya resiko munculnya kekerasan dalam rumah tangga. Menarik lagi, ternyata ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pasangan yang telah hidup bersama sebelum perkawinan, ternyata memiliki komitmen yang lebih rendah dan tingkat perceraian yang tinggi, dibandingkan dengan pasangan yang belum pernah hidup bersama sebelum menikah. Percaya tidak percaya, itulah hasil penelitian sebelumnya yang dikumpulkan oleh Lambert dan Dollahite.

Nah, karena penasaran dan mencoba mencari alasan lain, akhirnya mereka mencoba bertanya kepada pasangan-pasangan yang taat beragama itu, apakah tingkat ketaatan dan kepercayaan mereka terhadap Tuhan, memberikan pengaruh secara langung terhadap komitmen perkawinan mereka? Jika iya, sejauh apa dampaknya bagi ikatan perkawinan tersebut? Kemudian, setelah penelitian mereka selesai, mereka menemukan sekurang-kurangnya ada Sembilan poin penting, dampak yang dihasilkan oleh kehadiran Tuhan sebagai “pasangan ketiga” di dalam perkawinan.

Pertama, memasukkan Tuhan ke dalam perkawinan, ternyata mampu mempertinggi dan memantapkan komitmen perkawinan pasangan-pasangan tersebut.

Kedua, memposisikan Tuhan sebagai “partner” di dalam penikahan, menambah kekuatan pengikat bagi pasangan untuk tetap setia satu sama lain.

Ketiga, dengan mempercayai bahwa Tuhan ikut campur tangan dalam perkawinan, membuat setiap pasangan merasa bersalah jika sampai memutuskan ikatan suci mereka.

Keempat, Tuhan dianggap membantu melengkapi dan menjadi jaminan dalam hubungan mereka, sehingga mereka menjalani komitmen bersama itu dengan perasaan rela dan ikhlas.

Kelima, mereka menjadi percaya, bahwa perkawinan yang mereka jalani, akan tetap berlangsung, bahkan setelah keduanya meninggal dunia.

Keenam, percaya pada Tuhan, menimbulkan pemaknaan dan perasaan bahwa, menjalani hubungan perkawinan dalam jangka panjang adalah sebuah panggilan hidup yang kuat.

Ketujuh, Tuhan dianggap dapat melawan atau meredakan segala ketegangan/konflik diantara mereka.

Kedelapan, memasukkan Tuhan sebagai pasangan ketiga, meningkatkan keyakinan pasangan terhadap perkawinan sebagai suatu hubungan kekal yang tidak boleh dihancurkan.

Kesembilan, dengan merasakan kehadiran Tuhan, pasangan-pasangan itu merasa tetap mendapatkan dukungan, khususnya ketika mereka mengalami masa-masa sulit dalam perkawinan dan kehidupannya.

Mungkin Anda akan manggut-manggut, sebab Anda juga percaya pada Tuhan. Begitupun dengan Anda yang masih skeptis dengan dogma dan ajaran dari agama, pasti akan geleng-geleng tidak percaya. It doesn’t matter..

Setidaknya, penelitian Lambert dan Dollahite tersebut, semakin memperkuat kepercayaan para penganut agama di dunia, bahwa Tuhan adalah faktor yang penting di tengah perkawinan. Pemaknaan atas ridho atau dukungan Tuhan terhadap sebuah perkawinan, ternyata mampu menghasilkan cara pandang positif terhadap hubungan perkawinan itu. Sebab, ternyata bukan kesempurnaan pasangan yang diburu di dalam perkawinan, melainkan kesempurnaan hubungan yang dibangun bersama-sama, bila perlu dengan melibatkan Tuhan.

Akan tetapi, masih ada satu hal yang mengganjal dalam pikiran saya, bagaimana para penganut poligami, memaknai kehadiran Tuhan dalam keluarga mereka? Apakah Tuhan menjadi “partner” keeampat atau kelima ? atau bagaimana dengan mereka yang berada di luar tiga agama (Kristen, Yahudi, dan Islam) tersebut, memaknai hubungan perkawinan mereka??

Semoga menginspirasi Anda untuk mencari jawabannya...