02 March 2011

Subang Kota Sepeda, Bisa?


Artikel ini dimuat di Harian Umum Pasundan Ekspres, Edisi Rabu, 2 Maret 2011, Halaman Opini

Oleh : Yanu Endar Prasetyo

Belakangan ini, sepeda sebagai moda transportasi ramah lingkungan telah mengalami kelahiran kembali yang cukup menggembirakan. Kemunculan kembali sepeda onthel atau sepeda bertenaga manusia, bukan saja menunjukkan meningkatnya kesadaran hidup sehat masyarakat kita, namun juga menjadi kabar baik bagi keberlanjutan lingkungan dan planet yang kita huni ini. Sebab, kita semua tahu bahwa dengan makin meluasnya penggunaan kendaraan non BBM ini, maka polusi udara yang mengancam kesehatan dan lingkungan juga bisa dicegah dan dikurangi. Ditambah, pemerintah dan kepolisian di berbagai daerah juga telah memberikan dukungan dan apresiasi positif dalam gerakan “kembali ke sepeda” ini dengan menggelar hari bebas kendaraan bermotor (car free day) setiap minggu dan membangun jalan-jalan khusus pengguna sepeda.
Tidak hanya di kota besar seperti Jakarta dan Bandung, kota/kabupaten sedang berkembang seperti Subang pun juga tidak mau ketinggalan. Kita amati akhir-akhir ini makin banyak orang berlalu lalang dengan sepeda di jalan-jalan utama. Bukan hanya sepeda model terbaru, tetapi juga sepeda-sepeda lawas dan jadul pun juga memiliki penggemar dan penggunanya sendiri. Biasanya mereka menggabungkan diri dalam komunitas pecinta sepeda jenis tertentu dan makin sering melakukan konvoi keliling kota. Bukan hanya orang tua atau pelajar, para pekerja kantoran juga tidak segan untuk mengayuh sepeda menuju tempat kerjanya. Sebagai multiplayer-effect lanjutannya adalah kita bisa melihat bengkel-bengkel onderdil dan servis sepeda yang dulu sempat mati suri bertahun-tahun akibat serbuan kendaraan bermotor yang murah, kini juga mulai bergeliat kembali.

Sepeda dan Kota Nyaman Huni

Belajar dari problem transportasi di kota-kota besar yang tidak terencana dan banyak menimbulkan masalah (kemacetan, polusi udara, polusi suara, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya), maka belum terlambat bagi kota-kota seperti Purwakarta, Subang, dan Karawang ini untuk menata lebih serius visi transportasi kotanya di masa mendatang. Apakah mau menjadi kota metropolitan yang super sibuk dan tidak pernah tidur, atau menjadi kota yang bersih, layak dan nyaman huni? Keduanya adalah pilihan yang sama-sama mengandung resiko dan konsekuensi. Akan tetapi, pilihan untuk menjadi kota yang bersih, layak dan nyaman huni nampaknya akan jauh lebih baik dibanding obsesi menjadi kota metropolis.

Apa sebab? orientasi pembangunan di negara-negara maju saat ini bukan lagi untuk membangun sebuah kota raksasa (mega city) seperti New York atau Tokyo, melainkan mulai beralih membangun kota-kota kecil (secondary city) yang ramah lingkungan dan tidak terlalu padat penduduknya, seperti di Barcelona atau Portland (Budihardjo, 2010). Termasuk penanda kota nyaman huni ini adalah tersedianya lahan hijau, hutan kota, ruang publik yang nyaman, sistem transportasi yang ramah lingkungan, fasilitas olah raga terbuka, dan lain sebagainya. Mewujudkan visi Subang menjadi kota sepeda, misalnya, adalah salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengawali penataan tata ruang kota dan tata pikir warga agar lebih terencana dan membawa kemaslahatan.

Sepeda dapat menjadi salah satu pilihan simbol sebuah upaya kembali pada keramahan lingkungan, sosial dan kesehatan jiwa raga. Dalam bersepeda itu sendiri dapat digali filosofi sebuah proses yang tak mengenal lelah dalam mencapai kemajuan. Setiap tetes keringat yang keluar dari gaya hidup gowes-gowes ini, berarti pula kesehatan fisik dan jantung yang lebih prima. Seorang teman yang hobi bersepeda mengatakan, “daripada kita mengeluarkan uang untuk berobat ke Singapura, lebih baik uang itu kita gunakan untuk membeli sepeda dan mulai bersepeda”. Selain itu, dengan bersepeda kita juga akan kembali pada keramahan dan saling tegur sapa antar sesama yang selama ini hilang akibat arogansi sepeda motor yang serba cepat dan mobil yang serba tertutup.

Namun demikian, tetap kita akui moda sepeda itu sendiri memiliki kelemahan bagi mobilitas manusia masa kini yang ingin serba instan, cepat, dan praktis. Sepeda juga tidak dapat mengangkut banyak barang bawaan sebagaimana kendaraan bermotor atau mobil. Biarlah untuk masalah itu pemerintah yang berpikir bagaimana menyediakan sebuah sarana transportasi publik yang cepat, nyaman, murah dan tepat waktu. Tentu saja terlebih dahulu pemerintah juga harus memperhatikan infrastruktur yang ada, seperti memperbaiki jalan-jalan berlobang dan membangun jalur khusus sepeda yang adil bagi semua. Kita sebagai warga kota atau desa, bisa tetap mengawali gaya hidup sehat ini dengan mulai bersepeda, di saat santai maupun jam-jam sibuk. 

Terakhir, sebuah kota dinyatakan nyaman huni tidaklah hanya secara fisik saja, melainkan juga secara moral dan etika terbebas dari berbagai bentuk polusi. Termasuk di dalamnya adalah budaya korupsi, asusila, kejahatan dan tindakan yang tidak beretika lainnya. Sebab tidak mungkin semua perencanaan pembangunan dan visi mulia tata kota diatas dapat diwujudkan jika hantu korupsi, kejahatan dan asusila masih merajalela. Tanggung jawab ini tidak hanya ada di pundak pemerintah, tetapi juga kita sebagai warga biasa. Dengan demikian, maka mimpi Subang sebagai kota yang bersih, layak dan nyaman huni bukan tidak mungkin bisa terwujud lebih cepat dan lebih baik. Selamat bersepeda!
Penulis, Pegiat Komunitas Blogger Subang





2 comments:

  1. sebuah asa yang baik, namun akan sangat sulit terealisasi.
    tapi dengan sedikit asa, moga pemerintah membuka hatinya.

    ReplyDelete
  2. nice info kang yanu...salam blogger subang ach.....lama ga ketemu....

    ReplyDelete