13 December 2012

Mengurangi Resiko Bencana di Daerah


Oleh : yanu endar prasetyo

Tujuan Negara ini didirikan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk didalamnya melindungi warga negara dari dampak buruk bencana.

Menganggap bencana sebagai takdir dan harus diterima begitu saja adalah cara pandang lama. Sebuah pemahaman yang harus diluruskan karena mendorong manusia untuk cenderung pasrah berpangku tangan. Bencana memang disebut takdir dalam pengertian setelah bencana itu terjadi. Namun sebelum bencana itu nyata-nyata hadir, maka manusia dengan segenap pengetahuanya dapat mengukur berbagai resiko yang mungkin akan diderita. Dengan syarat, kita mau mengenal, mengakrabi dan bersahabat dengan bencana itu sendiri.


Dengan pemahaman baru semacam itu, maka berbagai bentuk bencana, baik alam maupun sosial, hendaklah dilihat sebagai bagian integral dari resiko hidup di daerah rawan bencana seperti di Nusantara ini. Oleh karena itu, penanganan terhadap bencana tidak cukup hanya dengan tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana saja, malainkan harus lebih menekankan pada upaya-upaya Pengurangan Resiko Bencana (PRB), yakni edukasi diri dan lingkungan terhadap berbagai gejala serta dampak bencana yang mungkin akan terjadi. Sebab, bak siklus sejarah, bencana pun sangat mungkin terjadi berulang.

Seperti dikatakan para ahli, bahwasanya bumi nusantara ini bukan saja menyimpan potensi alam yang tiada tandingnya, melainkan juga tertanam didalamnya ranjau-ranjau bencana yang beragam dan dapat meledak sewaktu-waktu, mulai dari letusan gunung berapi, gempa bumi, longsor, tsunami, banjir, rob, kekeringan, kebakaran hutan, dan lain sebagainya. Bahkan seperti yang belakangan dilansir oleh berbagai media, bumi pertiwi ini juga tak luput dari bencana sosial yang tak kalah pelik seperti kemiskinan, tawuran antar pelajar, diskriminasi, kekerasan dan intoleransi atas nama etnis, agama maupun golongan yang cenderung tumbuh subur ditengah kebhinekaan negeri ini. Ironisnya, penanganan pemerintah seringkali lebih banyak bersifat reaktif – seringkali malah terlambat dan kewalahan – daripada preventif.

Sesuai dengan UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, ditegaskan dalam pasal 8 c bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dalam PRB ini dan harus mensinkronkan PRB ini dengan program-program pembangunan di daerahnya. Sudahkah ini dijalankan dengan serius ? Pemerintah memang telah memiliki badan khusus penanggulangan bencana yang disebut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di level provinsi, kota dan kabupaten. Badan ini merupakan “metamorfosis” dari Satlak-Satlak bencana yang sebelumnya ada. Namun sayangnya, kehadiran BPBD ini justru sering disikapi sebagai “penanggung jawab tunggal” dalam hal penanggulangan bencana. Padahal, tidak mungkin PRB ini ditangani sendirian. Karena PRB ini menyangkut pada upaya-upaya penguatan kapasitas seluruh elemen masyarakat dalam menyikapi bencana. PRB adalah agenda yang harus dihayati dan melekat dalam setiap misi serta kegiatan SKPD-SKPD lainnya. Format sosialisasi PRB tentu tidak cukup, harus ada upaya penyadaran yang lebih massif dan berjangka panjang.

Beberapa hal penting yang harus dijalankan oleh pemerintah daerah dalam rangka PRB ini antara lain, pertama, membangun sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan PRB, seperti seluruh SKPD, Damkar, SAR, PMI, RS, LSM, Lembaga pendidikan, hingga tokoh-tokoh masyarakat untuk mengarusutamakan berbagai kegiatan PRB. Pemda tentu dapat membuat dan memperkuat berbagai regulasi terkait kewajiban koordinasi dan sinergi multipihak ini agar jelas pembagian tupoksi dan efektifitasnya. Kedua, meningkatkan akuntabilitas kinerja BPBD, baik dari sisi pemanfaatan anggaran, pembinaan aparatur, pengelolaan basis data serta informasi kebencanaan teknologi, dan transparansi dalam implementasi program.

Ketiga, ini yang paling penting, adalah mendorong kegiatan PRB yang partisipatif. Mendorong PRB berbasis komunitas dengan mempertahankan dan memodifikasi berbagai kearifan lokal harus terus dibangun. Daya-tangkal dan daya-pulih masyarakat dari bencana harus diperkuat dengan memperluas wawasan tata ruang mulai dari level Rukun Tetangga (RT) hingga level kota/kabupaten. Informasi dan data kebencanaan harus masuk dan dapat diakses oleh seluruh lapisan, sehingga partisipasi masyarakat dalam PRB ini benar-benar berjalan efektif dan berkelanjutan. Demikianlah mengapa PRB ini sangat penting, sebab keselamatan rakyat harus menjadi hukum tertinggi, salus populi suprema lex esto!   

No comments:

Post a Comment