11 January 2018

Agent-Based Modeling: Sebuah Pengantar

Yanu Endar Prasetyo

Agent-Based Modeling (ABM)[1] merupakan metode komputasi yang memungkinkan peneliti untuk membuat, menganalisa, dan mencoba berbagai model yang didalamnya berisi interaksi atau simulasi antara “agen” dan “lingkungan”. Meskipun sudah cukup dikenal pada bidang ilmu sains, ABM dapat dikatakan sebagai metode yang relatif baru dalam penelitian-penelitian ilmu sosial di Indonesia.

Sebagai sebuah metode komputasi (computational social science) maka ABM dibangun dengan bantuan perangkat komputer. Ide dasarnya berangkat dari keinginan ilmuwan sosial untuk membuat model yang bisa menjadi representasi fenomena sosial yang sedang diteliti. Membangun “replika” dari realitas sosial yang kompleks menjadi menjadi tujuan dari simulasi ABM ini. Jika para pilot pesawat mengenal “flight simulator” untuk berlatih berbagai kemungkinan terbangnya pesawat, maka ABM adalah alat simulator bagi para peneliti ilmu sosial untuk melihat berbagai kemungkinan perilaku agen atau individu dalam fenomena sosial tertentu.


Seperti halnya program komputer pada umumnya, simulai ABM juga memiliki masukan (input) dan keluaran (output) yang dibangun berdasarkan teori-teori sosial maupun hipotesis yang terlebih dahulu dikumpulkan dan dibangun oleh peneliti. Sebagai perumpamaan, Input dalam ABM dapat disetarakan dengan variabel independen dan output-nya sebagai variable dependen dalam penelitian kuantitatif atau analisis statistik. Dalam perkembangannya, ABM juga dikenal sebagai metode alternatif dengan sebutan sebagai metode generatif, dimana ia tidak hanya bersifat deduktif (menguji teori dengan data-data empiris) atau induktif (mengumpulkan data-data empiris untuk membangun teori) saja, melainkan interaksi kompleks antar keduanya (deduktif dan induktif, mikro dan makro, global dan lokal) pada lingkungan lokal yang spesifik.

Agen dan Lingkungan

ABM merupakan metode yang digunakan untuk memahami dunia sosial nyata melalui model artifisial/maya. Pendekatan modeling dalam ilmu sosial sebenarnya bukan hal yang baru, terutama pada bidang ilmu ekonomi dan demografi. Kita juga sudah banyak mengenal berbagai teknik modeling, baik yang bersifat scale models, analogical models, maupun mathematical atau equation-based model. Lalu, apa yang unik dan berbeda dari ABM ini?

Permodelan dalam ABM mengenal istilah agen untuk merepresentasikan aktor sosial, baik itu individu, organisasi, atau sebuah kesatuan seperti negara misalnya. Agen dalam ABM dibentuk untuk mampu berinteraksi dengan agen-agen lainnya. Dalam interaksi tersebut, agen juga memiliki kemampuan untuk menyalurkan atau melakukan transmisi informasi/pesan kepada agen lainnya (information flow).

Lokasi dimana para agen itu berinteraksi Itulah yang disebut dengan lingkungan (environment), yaitu dunia virtual dimana semua agen dan tindakannya dapat disimulasikan. Umumnya, lingkungan dalam ABM ini diasosiasikan dengan ruang geografis atau ruang fisik (misalnya kota, area hutan, perumahan, peta antar negara, gedung dan atau bangunan lainnya). Model yang melibatkan lingkungan fisik dan geografis seperti ini biasa dikenal sebagai lingkungan spasial.

Tapi ABM tidak hanya untuk menggambarkan interaksi agen dalam lingkungan spasial, ia juga dapat digunakan untuk simulasi model dimana lingkungan tersebut dapat juga berupa ruang pengetahuan (knowledge space), contohnya adalah apabila kita ingin menggambarkan jejaring antar aktor/individu dimana titik yang menunjukkan posisi individu bukanlah koordinat geografis, melainkan posisinya dalam jejaring sosial itu sendiri.

Berikut ini adalah contoh-contoh ABM dalam fenomena sosial dan lingkungan spesifik tertentu yang akan memudahkan bagi kita untuk memahami perbedaan atau dinamika antara agen, lingkungan, dan interaksi yang dihasilkan di dalamnya (input dan output).

Memodelkan Dinamika Opini Politik
Memodelkan Perilaku Konsumen
Memodelkan Jejaring Industrial
Memodelkan Manajemen Rantai Pasok
Memodelkan Pasar dan Pasokan Listrik
Memodelkan Manajemen Pengelolaan Sumber Daya Alam






[1] Susunan materi mengikuti sistematika dari buku Nigel Gilbert (2008) berjudul “Agent-Based Models” (Series Quantitative Applications in the Social Sciences), Sage Publications.

No comments:

Post a Comment