Oleh : Yanu Endar Prasetyo
Fenomena
makin merebaknya pengemis di bawah umur benar-benar membuat gelisah. Saya
prihatin dari dua sisi sekaligus, pertama
dari makin beragamnya penyebab mereka turun ke jalan dan kedua dari dampak pembiaran (baik oleh pemerintah maupun masyarakat
sendiri) terhadap fenomena ini yang sungguh sangat dahsyat dimasa mendatang.
Dilihat dari aspek penyebab bertambahnya pengemis di bawah umur, nampaknya
tidak lagi hanya sekedar desakan ekonomi, tetapi sudah menunjukkan indikasi
kebudayaan kemiskinan yang semakin akut. Jika dahulu kita hanya melihat
pengemis difabel atau lansia, maka fenomena hari ini menunjukkan sebuah potret
“keluarga utuh” yang turun ke jalan. Mereka terdiri dari perempuan (sambil
menggendong bayi, entah bayi sendiri, orang lain atau justru korban perdagangan
manusia), anak-anak di bawah usia 15 tahun, difabel, dan lansia.
Kebudayaan kemiskinan disini dipahami sebagai sebuah
proses dimana kemiskinan telah disosialisasikan sejak dini dan menjadi gaya
hidup. Bahayanya, budaya kemiskinan ini tidak hanya diajarkan dan diwariskan
dalam kondisi keterpaksaan belaka, tetapi sudah menjadi strategi bertahan
hidup. Baik oleh suatu rumah tangga tertentu dan bahkan oleh komunitas. Sungguh
mengerikan ketika mengemis dan turun ke jalan ini menjadi pilihan profesi dan
pendidikan sejak dini. Satu atau bahkan dua generasi penerus Indonesia akan
menjadi generasi yang hilang (the lost
generation). jauh lebih berbahaya dari kehilangan lahan pertanian produktif
yang digusur secara sistemik oleh mesin-mesin pembangunan.
Kebudayaan kemiskinan yang disosialisasikan sejak dini
dari orang tua kepada anak-anak ini, sekalipun kemudian berhasil diselamatkan,
tetap akan menyisakan pengaruh psikologis dan sosiologis yang bersifat jangka
panjang. Dunia jalanan yang memberikan kebebasan penuh dan “hukum rimba” itu
akan membuat anak-anak kita memiliki cara pandang berbeda terhadap dunia. Norma
dan nilai-nilai jalanan tentu akan melekat erat dan mempengaruhi kepribadian
mereka kelak ketika dewasa. Sungguh tidak bisa dibayangkan kini ribuan
anak-anak telah terlilit langsung dalam lingkaran budaya kemiskinan ini. Bukan
orang lain, tetapi mungkin orang tua dan komunitasnya sendiri yang
menjerumuskan mereka.
Jaminan
Sosial
Barangkali sudah terlalu kompleks persoalan pengemis
dan kemiskinan kita hari ini. Diperlukan kajian yang lebih mendalam dari sisi
jumlah, pola, mobilitas dan sebab-musabab meningkatnya pengemis di bawah umur. Pemecahan
umumnya adalah dengan mengobati segala penyebab orang turun ke jalan. Konstitusi
kita (pasal 34 ayat 2) sebenarnya telah mengamanatkan agar negara
menyelenggarakan jaminan sosial bagi setiap warga negaranya. Ketika orang
kehilangan kesempatan untuk bekerja, maka sistem perlindungan dan jaminan
sosial itu seharusnya yang menjadi katup penyelamat mereka agar tidak turun ke
jalan. Terlebih, ketika sistem kekerabatan dan sistem sosial lainnya tidak lagi
mampu mengatasi goncangan ekonomi rumah tangga. Negara harus turun tangan
dengan menyusun sistem perlindungan/jaminan sosial yang adil bagi setiap warga
negara. Sebelum semuanya terlambat.
Penulis Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB Bogor
Pemerintah harus bertangung jawab menyelesaikan kemiskinan yg terjadi negara Indonesia.
ReplyDelete